Winter Solstice: Reflection & Gratitude

Posted on Desember 18, 2022

0


Tanggal 21 Desember nanti adalah momen alam yang disebut dengan Winter Solstice. Ia adalah masa di mana siang paling pendek waktunya dan malam paling panjang.

Seperti halnya Summer Solstice yang diwarnai dengan Tarian Matahari (Sun Dance), suku Amerika asli merayakan Winter Solstice dengan adatnya sendiri. Di waktu inilah, mereka akan membuat Resolusi Tahun Baru. jadi resolusinya bukan pada saat tahun baru Januari nanti, melainkan pada saat matahari berada pada titik terjauh dari poros Bumi.

Suku asli Amerika sangat percaya dengan keterkaitan antara manusia dengan semesta (alam, tumbuhan, binatang, air, udara, tanah, langit, bintang, dan sebagainya). Itu sebabnya, mereka bisa berkomunikasi dengan dimensi lain.

Guru spiritualku pernah bercerita bahwa pada setiap perayaan atau pesta, setiap ruh/spirit maupun makhluk yang tak kasat mata lainnya akan menampakkan diri dan bersama-sama menyanyi serta menari bersama para suku asli itu. Itu adalah tanda betapa dekat hubungan mereka dengan para suku asli tersebut. Antar dimensi jadi tidak berjarak.

Salah satu spirit yang selalu diundang ke pesta para suku asli itu adalah sang penjaga air terjun Niagara. Rumahnya di balik air terjun tersebut. Ia adalah dewa yang dipuja oleh leluhur beberapa suku asli di sini. Di kalangan suku asli Amerika, ia dikenal dengan nama Heno, Hinu, atau Hinum. Saya pernah juga melihat salah satu spirit yang ada di pesta-pesta itu. Badannya tinggi dengan kulit seputih kapas, rambut panjang terurai berwarna perak, dan bola matanya besar seperti batu kecubung. Cakep, sih.

Winter Solstice ini pun dipercaya sebagai momen penting untuk dirayakan, karena melambangkan dimulainya era atau kehidupan baru. Mereka merayakannya dengan menari dan menyanyi, masak dan makan bersama sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen berupa jagung, labu, dan kacang-kacangan. Serta untuk penghormatan terhadap dewa matahari.

Setelah itu, mereka menggunakan momen ini untuk melakukan refleksi diri, dengan cara berdiam diri di rumah. Mirip seperti momen Nyepi di kalangan masyarakat Hindu Bali. Rumah-rumah dibersihkan, aktifitas kerja dikurangi, kemudian mereka menyalakan perapian atau api unggun, berdiam diri menghayati keheningan, memperhatikan apa saja yang perlu diprioritaskan (keluarga, teman, dan orang-orang tercinta), kemudian berdoa sebagai tanda syukur terhadap kehidupan yang telah diberikan pada mereka.

Perayaan lainnya yang populer di Amerika adalah tradisi berupa Yule Log, yakni menghias balok kayu dengan pita dan hiasan lainnya, dan menyalakan api unggun dari kayu itu selama 12 hari, terhitung sejak malam Natal hingga tanggal 5 Januari. Adaptasi berikutnya adalah berupa kue Yule Log, semacam roti gulung coklat dengan isian krim dan di bagian permukaannya juga diselimuti dengan krim coklat. Rasanya enak sekali, tentu saja. Manis dan lembut di mulut.

Kalau saya? Hmm, kalau dulu saya biasa dapat jatah piket jaga lansia di momen seperti ini. Juga saat malam Natal dan Tahun Baru, di mana perawat para lansia itu banyak yang cuti. Biasanya, selesai mengurus keperluan mereka, saya menghabiskan waktu dengan duduk di dekat jendela sambil menghirup teh panas. Memandang hamparan salju di luar yang seperti krim. Menikmati malam-malam yang damai, tanpa suara, tanpa keriuhan.

Tradisi itu saya teruskan hingga sekarang, meskipun tidak lagi bekerja di rumah lansia. Karena memang benar. Dalam senyap, kita bisa mendengarkan hati dan pikiran dengan lebih jernih dan lebih jelas.