Postingan kali ini saya tujukan sebagai bentuk solidaritas dan untuk menyebarkan informasi tentang apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Banyak di antara kita yang tidak tahu seperti apa itu KDRT, mengapa kita perlu peduli, dan mengapa sulit bagi korban untuk bisa kabur. Bahkan tidak jarang saya melihat justru korban semakin dipojokkan dan ditekan dengan dalih “rasional” maupun “agamis”, padahal kenyataannya, it’s not that simple. Seandainya tidak melihat sendiri bagaimana berbahayanya KDRT yang dialami seseorang, mungkin sampai sekarang saya juga menganggap itu sebatas urusan suami-istri yang tidak perlu dicampuri.
Artikel ini saya terjemahkan secara bebas dari pamflet terbitan Michigan Coalition Against Domestic and Sexual Violence, tentang beberapa mitos dan fakta seputar tindak kekerasan dalam ranah domestik.
Mitos 1: Pelaku kekerasan sering berdalih dia memukul korban karena tidak dapat mengendalikan diri di saat marah.
Fakta : Mengendalikan diri adalah hal yang bisa dilatih dan dilakukan, jadi tidak ada alasan bahwa dia tidak mampu. Memukul, menghajar, dan mengancam adalah cara-cara yang digunakan untuk mengontrol korban dan membuatnya tunduk terhadap si pelaku. Pelaku juga menggunakan cara-cara seperti penganiayaan psikis, ancaman, teror, mengucilkan korban, intimidasi, tidak memberi nafkah, merampas hak milik korban, menyandera anak, dan bentuk kekerasan lainnya.
Mitos 2: Orang yang mengalami KDRT biasanya memiliki rasa percaya diri yang rendah.
Fakta : KDRT bisa terjadi pada siapapun, termasuk pada mereka yang memiliki rasa percaya diri tinggi. Pelaku kekerasan menggunakan berbagai cara untuk membuat rasa percaya diri korban jatuh hingga ke titik nol; dengan cara terus mengkritik, mencela, mempermalukan, merendahkan, yang lama-kelamaan membuat mental sang korban jatuh.Jadi rasa percaya diri yang rendah adalah juga akibat dari kekerasan yang dialami seseorang.
Mitos 3: Korban seringkali melebih-lebihkan cerita, padahal kenyataannya tidak seserius itu. Kalau memang fatal, kenapa sang korban masih tetap bertahan? Harusnya kabur dari dulu, dong.
Fakta: Korban biasanya menutupi kenyataan karena rasa bersalah, malu, dan menyalahkan dirinya sendiri. Sebagian lagi tidak mau bercerita dengan terbuka karena tidak ada yang percaya dengan perkataannya atau tidak peduli dan tidak mau mendengar. Korban sulit untuk pergi dari situasi seperti itu, karena pelaku kekerasan kerap mengancam akan menghajar atau bahkan akan membunuh sang korban jika dia berani kabur. Korban tidak berani kabur karena lebih takut dengan situasi di luar rumah; takut terlantar, takut tidak dapat hidup, dan takut tidak dapat menghadapi situasi yang dalam benaknya lebih buruk daripada di tempatnya semula. Untuk itu, sangat penting untuk membantu korban mendapatkan tempat tinggal/penampungan, bantuan keuangan, keselamatan, serta konseling untuk membantu menghapus trauma akibat kekerasan yang pernah dialaminya.
Mitos 4: KDRT hanya terjadi pada perempuan.
Fakta: Kekerasan domestik bisa terjadi pada siapapun, termasuk pria. Perempuan juga dapat menjadi pelaku kekerasan terhadap sesama perempuan atau terhadap pria pasangan hidupnya. Demikian pula sebaliknya.
Mitos 5: KDRT hanya terjadi di lingkungan miskin, ras atau suku tertentu, dan yang orang-orangnya berpendidikan rendah.
Fakta: kekerasan domestik bisa terjadi pada siapapun dan dilakukan oleh siapapun, tanpa mengenal batasan ras, status sosial, tingkat ekonomi. Orang berpendidikan tinggi dan terhormat pun bisa menjadi pelaku kekerasan. Percaya atau tidak, bahkan sepertiga dari pelaku kekerasan domestik di negara ini berprofesi sebagai dokter, psikolog, pengacara, menteri, dan eksekutif !
*******
Picture from: http://www.knoxcounty.org/fourthcircuitcourt/domesticviolence_photos4.php
Posted on Juni 21, 2012
0