Kurasa setiap orang pasti mengalami hal sama. Ketika sedang terkepung masalah, kita menjadi kurang toleran terhadap orang lain. Kita tak segera bisa mengerti, mengapa ditimpa masalah berat, mengapa tetap mengalami hal yang berulangkali berusaha kita hindari.
Aku pun demikian.
Ketika sedang di puncak kekacauan akibat warisan kemelut perjanjian masa lalu yang tak kuketahui ujung pangkalnya, aku seolah menjelma menjadi buldozer raksasa yang melumat siapapun yang ada di depanku, atau yang mencoba menghalangiku.
Aku tahu mengapa demikian. Ini adalah kemarahan karena ketidakadilan. Betapa sulit memaafkan, ketika kita ditimpa masalah karena ulah orang lain. Dan betapa mudah melupakan sesuatu, ketika kita melihat orang yang bersangkutan sudah mendapatkan karma atau ganjaran setimpal.
Barulah ketika masalah itu sudah berlalu, sedikit demi sedikit kabut terkuak. Pemandangan di depanku menjadi lebih jernih. Aku pun mulai mengerti. Segala firasat, segala perasaan untuk pergi sejauh mungkin. Segala keinginan untuk bekerja keras membangun kapal besar, serupa dengan yang dilakukan Nabi Nuh. Untuk membawa pergi semua orang yang kucintai, ke tempat yang lebih baik dan lebih damai. Semuanya ternyata bermuara ke sini, yakni untuk lepas dari cengkeraman monster masa lalu itu.
Namun aku tak lagi diselubungi kemarahan. Semuanya sudah selesai. Aku sudah bisa menerima, bahwa sekuat apapun aku berusaha untuk mencegah cobaan itu, jika memang harus terjadi, maka terjadilah. Sebab tanpa mengalaminya sendiri, tak mungkin takdir lain bisa terlaksana.
Mungkin jika tak langsung berhadapan dengan si raja jin itu, sampai sekarang aku tetap lupa berdoa. Lupa bahwa aku sudah diberi akses untuk langsung meminta perlindungan kepadaNya, bukan meminta kepada sesama makhluk. Lupa bahwa Yang Menciptakan Segala Sesuatu, tentu kedudukannya jauh lebih tinggi ketimbang segala makhluk yang bertitel raja. Bahkan Azazil sekalipun.
Menakjubkan sekali saat melihat bagaimana “tangan-tangan Tuhan” bekerja. Dalam keputusasaan karena takut tak bisa bebas dari jerat iblis, dalam rukyah justru kutemukan kalimat-kalimat yang membalikkan semua kekhawatiran itu. Ayat-ayat dalam rukyah mendengungkan pesan tentang bagaimana setiap manusia tak akan diberi cobaan melebihi kemampuannya. Bahwa tak ada satu pun hal, baik itu keburukan ataupun kebaikan, yang terjadi tanpa ijinNya. Bahwa Tuhan akan membawa seseorang dari ketidakjelasan menuju kepastian.
Dan semuanya itu hanya dengan satu syarat saja, yakni: Percaya.
Kedengarannya mudah, namun kini aku tahu bahwa itu tidak segampang yang diucapkan. Karena dari yang kulihat dan kualami sendiri, untuk bisa benar-benar percaya, kadangkala seseorang harus terjatuh dulu hingga ke dasar. Hingga tak ada satu pun makhluk yang bisa membantu. Dan setelah itu, barulah ia akan bisa melihat satu pilihan yang jelas, yakni Tuhan.
Seberapa banyak orang yang kuat bertahan ketika terhempas sedemikian rupa?
Aku tak tahu. Namun yang pasti, aku tak hendak takabur dengan menganggap diriku pasti kuat. Aku tak “sesakti” itu. Lebih baik aku meminta agar diberi keringanan atau terhindar dari cobaan yang terlalu berat. Supaya aku bisa menggunakan waktuku selanjutnya untuk menapak ke masa depan yang lebih baik. Jalan yang lebih terang, lebih membahagiakan. Dan selanjutnya tak lagi menoleh kembali ke belakang.
*****
I’ve dealt with my ghost and I faced all my demons, finally content with the past I regret
I found you find strength in your moment of weakness, for once I’m at peace with myself
I’ve been burdened with blame, trapped in the past for too long
I’m moving on….
I’ve lived in this place and I know all the faces, each one is different but they’re always the same
They mean me no harm, but it’s time that I face it, they will never allow me to change
But I never dreamed home would end up where I don’t belong
I’m moving on….
I’m moving on…. at last I can see life has been patiently waiting for me
(Rascal Flatts – I’m Moving On)
Safrina Dewi
Oktober 24, 2017
Bersiap untuk novel berikutnya 🙂
Artha Julie Nava
November 1, 2017
Thank you dear 🙂