Legalisasi Prostitusi

Posted on April 30, 2015

4


prostitution-mythsMasih rame soal bang Ahok, rupanya.

Kalau untuk soal legalisasi prostitusi, di Amerika yang seliberal ini pun, sebenarnya masih dikategorikan ilegal dan dimasukkan dalam jenis crime yang dikenai hukuman. Hanya negara bagian Nevada yang menerapkan legalisasi sektor industri jasa ini.

Tidak mudah untuk mengambil keputusan mengenai isu-isu semacam ini. Sebab urusannya bukan hanya moral, melainkan kemungkinan tindak kejahatan lain yang menyertainya, seperti abuse dan drugs. Di sini, ada yang disebut dengan pimp atau john, yakni orang yang terlibat. Pimp, mungkin di Indonesia sama dengan mucikari. Sementara john, adalah pelanggan. Dua-duanya bisa kejam bukan main. Tidak jarang kalau sudah jatuh ke tangan mereka, urusannya sudah antara hidup dan mati. Apalagi kalau mereka dibeking oleh kelompok gangster. Tidak mudah untuk masuk dan menyelamatkan para perempuan yang terjebak dalam lingkaran itu.

Legalisasi memungkinkan pemerintah untuk menjangkau sudut-sudut yang sebelumnya tersembunyi dari sektor ini. Dengan legalisasi, aturan pajak mudah diterapkan dan diawasi, aturan perlindungan tenaga kerja dijalankan, aturan mengenai safety bisa masuk, dan yang terpenting adalah unsur perlindungan pribadi melalui informed consent, juga masuk. Orang tidak bisa memaksa seorang PSK untuk memenuhi keinginan tertentu dari klien tanpa kesepakatan yang jelas tertuang dalam bentuk hitam di atas putih. Orang juga tidak bisa sembarangan memperlakukan PSK, seperti memaksa menenggak drugs, tidak mengenakan alat pengaman, memukul, melukai, menghina, atau memerasnya. Unsur perlindungan hak pribadi bisa dilaksanakan, karena jika legal, maka artinya tidak ada yang boleh memaksa seorang perempuan untuk masuk sektor ini.

Beberapa hari lalu, di wall Facebook, saya menyebut pentingnya unsur informed consent dalam kultur Amerika. Jika sebuah pilihan dilakukan dengan sadar, seburuk apapun secara moral, orang tidak bisa melarang. Baru ketika itu secara langsung terbukti mengganggu ketertiban umum atau hak orang lain, maka garis yang disebut dengan violation bisa masuk, dan yang bersangkutan bisa dikenai hukuman. Jadi, unsur informed consent hampir selalu ada dan diterapkan di mana-mana, termasuk dalam soal legalisasi prostitusi ini.

Di Nevada, orang bisa melamar pekerjaan di sektor prostitusi secara legal dan resmi, dengan mengisi form lamaran pekerjaan di agency atau pemilik bisnis jasa terkait. Itulah salah satu bentuk informed consent, artinya pernyataan tentang pilihan pribadi yang dilakukan dengan sadar, tanpa unsur paksaan. Dan karena bisnis ini legal, maka pemilik usaha jenis ini dikenai macam-macam aturan dari pemerintah, termasuk pajak, perlindungan tenaga kerja, standar upah minimum, asuransi, pemeriksaan kesehatan untuk mencegah penularan penyakit berbahaya, pengecekan background pekerja dan klien, kesepakatan tertulis tentang Do & Don’ts, pelarangan aktifitas yang membahayakan jiwa, dan sebagainya. Itu memungkinkan para pekerjanya mendapatkan jaminan, dan mengurangi kemungkinan munculnya unsur abuse atau kejahatan lain yang dilakukan oleh klien maupun oleh pemilik bisnis.

Lain halnya dengan prostitusi ilegal. Makanya saya bilang, kalau sudah terjebak lingkaran prostitusi ilegal, urusannya sudah antara hidup dan mati. Ibaratnya, nyawa si perempuan ada dalam genggaman orang-orang yang melingkarinya. Ia tidak akan bisa menuntut upah layak, tidak bisa menolak keinginan klien, tidak selalu bisa punya kesempatan untuk lari, dan keselamatannya terancam setiap saat. Banyak perempuan terjebak ke sektor ini karena tertipu, desakan ekonomi, diculik, dan sebagainya. Hukum maupun polisi tidak selalu bisa menjangkau mereka, karena banyak yang dilakukan secara underground, alias tersembunyi rapi.

Dilema terbesar dalam soal legal-melegalkan urusan semacam ini memang ada di soal moral. Mau tidak mau pada saat tertentu, orang dihadapkan pada pilihan semacam ini. Berurusan dengan nurani, sekaligus memutuskan langkah pragmatis yang paling memungkinkan untuk mengurangi, bukan menghapus. Mau menghapus, itu hampir mustahil. Boleh dicek, di negara manapun, yang paling suci dan paling agamis sekalipun. Prostitusi akan selalu ada, karena hampir selalu ada kebutuhan untuk itu. Tidak bisa di negara sendiri, mereka bisa ke negara lain.

Pasar selalu bergerak mengikuti kebutuhan. Jika ada sesuatu yang dilarang, maka akan tercipta peluang di pasar gelap (black market, underground) untuk memenuhinya. Dan perputaran uang di sektor pasar gelap atau aktifitas ilegal, luar biasa besarnya, dan hampir selalu diiringi dengan pelanggaran kemanusiaan yang juga luar biasa besar. Kadangkala, sesuatu yang melanggar nurani terpaksa dilegalkan, demi mengurangi arus ke pasar gelap. Seperti legalisasi marijuana. Itu urusannya sudah ke soal perang antar kartel yang melibatkan uang trilyunan dolar, serta oknum-oknum penting transnasional yang sulit dijangkau hukum. Melegalkan marijuana, salah satu tujuannya adalah untuk memangkas salah satu mata rantai tersebut. Untuk membuat arus perdagangan para kartel menurun, dan tingkat kematian akibat berurusan dengan mereka juga menurun. Karena saat barang jadi legal, orang tidak perlu sembunyi-sembunyi mencari. Suplai tersedia dengan mudah, harga bisa ditekan, bisnis beralih ke sektor legal, dan kebutuhan di pasar gelap berkurang.

Sekali lagi, urusan seperti ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Membayangkan diri saya sebagai pengambil kebijakan, yang tahu dengan sadar bahwa nanti ada sebagian uang masuk ke negara dari sektor prostitusi, sudah cukup untuk bikin saya muntah. Apalagi saya perempuan. Bagaimana saya bisa tidur nyenyak dan makan enak, kalau tahu bahwa sebagian dari gaji mungkin tercampur dengan uang dari sektor itu? Dan tentu saya tidak bakalan bisa tenang, jika tahu ada banyak perempuan yang nyawanya terancam di ujung tanduk. Mau legal atau tidak, tetap saja intinya adalah jualan daging manusia.

Jangan dikira dengan melegalkan itu, lantas masalah selesai. Idealnya, dengan aturan legal seperti itu, di Nevada lebih terjamin dan angka prostitusi ilegal menurun. Nyatanya tidak. Bahkan menurut Awaken, lembaga yang bergerak di sektor pencegahan perdagangan manusia/trafficking di Nevada, 81% dari PSK legal di sana ingin keluar dari sektor tersebut. Logikanya, jika memang itu sektor yang aman dan bermartabat, tentu mereka akan kerasan, bukan? Namun sekali lagi, nyatanya tidak.

Awaken menyebut pilihan legalisasi sebagai alternatif yang lebih aman, adalah MITOS. Ia tidak mengurangi jumlah kekerasan, tidak mengurangi jumlah prostitusi ilegal, tidak mengurangi angka perdagangan manusia/trafficking, juga tidak membuat perempuan-perempuan itu bangga dengan pekerjaannya.

Well, let’s stop here. Mari kembali pada apa yang bisa kita lakukan, seandainya kita ada di suatu tempat, di mana prostitusi merebak. Mari melihat, bahwa sebagian besar dari mereka, sebenarnya tidak menginginkan berada di tempat semacam itu.