Jin Saka. Istilah itu sangat familiar di kalangan masyarakat Asia, terutama Melayu. Ia adalah nama untuk jin yang diwariskan (inherited djinn). Biasanya, mereka yang masih memiliki hubungan darah dengan kerajaan masa lalu, atau menganut ilmu kesaktian tertentu, dapat dipastikan akan terkena gangguan jin jenis ini.
Orang-orang di masa lampau erat hubungannya dengan makhluk plasma. Untuk mendapatkan kesaktian dan kekuasaan, mereka bekerjasama dengan para ahli sihir, atau langsung berhubungan dengan dewa-dewa maupun aneka spirit/makhluk supranatural. Dan itu bukan hal gratis. Mereka harus menyetujui perjanjian untuk memberikan persembahan kepada para makhluk yang membantunya. Bisa dengan persembahan berupa tumbal manusia lain, bahkan tidak jarang menyerahkan anak keturunannya sendiri.
Masa perjanjian itu umumnya berlaku hingga tujuh keturunan. Dan selama itu, dalam setiap generasi dari orang yang terlibat perjanjian, selalu ada masalah serius yang menimpa. Problem yang sama berulang-ulang, seolah tak pernah bisa diselesaikan, meskipun berulangkali dicoba untuk diatasi.
Inilah yang menimpaku, beserta kedua saudaraku. Kami terkena jerat perjanjian yang dibuat antara leluhur dengan si raja jin.
Yang dikenal orang sebagai jin pendamping dari leluhur, menurut pengalamanku, tidaklah sebaik yang sering dikira orang. Mereka adalah pelayan sang raja jin. Pekerjaan utama mereka adalah menjaga calon sasaran sang raja berikutnya. Mereka bolak-balik beredar antara aku, kakak dan adikku. Kemudian setelah merasa pasti, mereka melapor kepada sang raja, dan ia mempersiapkan saat yang tepat untuk menjerat mangsanya.
Saat yang dipilih adalah saat di mana kondisi spiritual sang korban berada dalam titik terendah. Untuk itu, strateginya adalah dengan menciptakan kekacauan terlebih dahulu dalam hidup kami. Mulai dari penyakit berat yang datang sambung-menyambung, cekcok dalam rumah, hubungan dengan orangtua yang memburuk, gangguan pada hubungan dengan pasangan, gangguan dalam silaturrahmi antar saudara. Termasuk membuatku sering gagal setiap kali punya rencana untuk menikah.
Aku sering mendapat saran dari beberapa orang, agar melakukan ritual ibadah semisal puasa Senin Kamis, yang ditujukan untuk leluhur. Menurut mereka, leluhurku paling besar andilnya dalam kesuksesanku.
Sepintas, saran itu terdengar normal dan bagus. Aku merasa tidak ada yang salah dengan itu. Barulah ketika semua masalah ini terkuak, aku menyadari bahwa semua itu adalah jerat.
Anjuran puasa Senin-Kamis untuk leluhur, beberapa dzikir dengan jumlah tertentu yang telah dibiasakan pada kami sejak kecil, anjuran menyimpan kitab-kitab kuno, pusaka, jimat, akik, serta kekaguman yang ditumbuhkan pada jin-jin pendamping mereka yang konon sakti luar biasa; adalah jerat yang membelenggu kami. Jerat yang telah dipersiapkan sejak dini, agar pada saatnya, si raja jin itu bisa menyeret kami untuk menjadi pengikut mereka.
Aku baru mengetahuinya setelah kejadian yang mengguncangkan itu. Setelah kedatangan si raja, mata dan pikiranku seolah terbuka lebar. Satu demi satu hal yang sebelumnya tak kuketahui, terkuak habis. Beberapa informasi berdatangan tentang apa sebenarnya yang terjadi pada leluhur. Juga apa sebenarnya yang dimaksud dengan segala kesaktian dan kedigdayaan mereka.
Semua itu tidak lebih merupakan bentuk tipuan, ilusi tingkat tinggi. Tak ada bedanya antara yang disebut “ilmu putih” dengan “ilmu hitam”. Semua pada dasarnya sama, karena diperoleh melalui proses pengakuan terhadap kekuatan jin, serta sikap berlebihan. Termasuk berlebihan dalam ritual ibadah.
*****
Posted on Oktober 16, 2017
0