Aku pernah bilang pada temanku, bahwa soal pernikahan adalah tentang kita ingin bahagia. Baik bahagia itu diterjemahkan sebagai misi, atau sebagai mimpi. Ada yang bahagia dengan sebuah pernikahan yang dijadikan sarana untuk menggembleng generasi penerus, ada yang bahagia cukup dengan sebuah kesederhanaan tentang cinta. Ia setia, cukuplah. Ia bisa menjadi pasangan yang baik, cukuplah. Sebab tak semua orang bisa mendapatkan paket lengkap. Lelaki baik hati, menawan, pintar, kaya, kekar, keren, pengertian, setia, alim, dll…. Perempuan cantik, langsing, putih, setia, tak rewel, sabar, bisa hidup dengan budget minim, alim, dll…. Itu nampaknya hanya ada dalam novel romance.
Bicara tentang romance, aku setuju bahwa ini adalah pintu untuk kabur sejenak. A passage to escape. Setelah lelah berkutat seharian dengan macam-macam peran, orang perlu melepas lelah dengan sesuatu yang tak berat. Aku dengan piano yang setia mendengar nyanyian sumbang dariku, temanku dengan novel tentang pria atletis yang menyelamatkan seorang perempuan yang hampir tercebur ke danau, dan ibuku dengan serial telenovela.
Setiap pukul empat sore, Ibu punya jadwal menonton telenovela. Jamnya pas di saat semua pekerjaan rumahtangga beres, makanan sudah siap, rumah rapi. Ibu menghadiahi dirinya dengan dongeng tentang seorang gadis miskin yang keras hati, dan seorang pria kaya yang jatuh cinta dengan si gadis. Beliau tidak peduli sekalipun aku meledekinya. “Yahh, novela lagi….” — “Biarin. Awas, jangan diubah channelnya.”
Mungkin itu sebabnya, novel romance kerap dipandang sebelah mata. Sebab isinya ringan, sebagian besar adalah gambaran mimpi Cinderella. Tetapi kalau kita jeli memperhatikan, dalam romance tersirat transformasi perempuan, seperti yang ditulis oleh Deborah Camp (The Role of the Romance Novel). Pada era 1800-an, romance berkisar tentang kisah seorang pria bangsawan kaya dan gadis dari kalangan sederhana. Tahun 60-an, gothic romance mendominasi, dengan inti utama tentang seorang perempuan yang berusaha untuk keluar dari belenggu sosial. Tahun 90-an, romance diwarnai sosok perempuan yang mandiri, single mother, perempuan dari beragam ras. Tahun-tahun selanjutnya, perempuan dalam novel romance tidak lagi tampil sebatas sosok yang minta dilindungi, melainkan menjadi sosok yang punya arah, karir, dan pemikiran yang setara.
Namun seperti apapun bentuk perempuan bertransformasi, ada satu benang merah yang tetap ada. Yakni impian tentang kesetiaan dan pencarian makna cinta. Dan ruang inilah yang banyak diisi oleh novel romance.
A passage to escape itu tetap ada dan dibutuhkan, meskipun sosok perempuan sudah bertransformasi. Sebab setiap orang membutuhkan jalan pelarian sementara, baik itu ke dunia dongeng atau ke dunia perempuan yang lain. Novel romance adalah jembatan bagi perempuan untuk berbagi fantasi dan pengalaman. Bahkan ia mungkin sudah membantu menyelamatkan banyak pernikahan. Tidak semua orang mendapat pernikahan yang sempurna, dan salah satu jalan untuk mengisi kekosongan itu adalah dengan mencari alternatif. Misalnya dengan membaca novel romance.
Tidak ada yang salah dengan memanjakan sedikit naluri Cinderella. Seperti halnya tidak selalu berbahaya untuk memberi tempat bagi Peter Pan dalam diri laki-laki.
koko nata
Desember 17, 2013
Fenomena inilah yang dimanfaatkan Harlequin untuk berbagai varian novelnya ^_^
Julie Nava
Desember 19, 2013
Dan pangsa pasarnya juga paling tinggi, mas Koko.
Ini aku kutip data statistik pasar buku di sini berdasarkan genrenya.
http://www.rwa.org/p/cm/ld/fid=580 (source: Simba Information estimates)
Romance fiction: $1.438 billion in estimated revenue for 2012
Religion/inspirational: $717.9 million
Mystery: $728.2 million
Science fiction/fantasy: $590.2 million
Classic literary fiction: $470.5 million
Anna Farida
Desember 18, 2013
Aku suka, kok, novel & film yang kata orang cemen seperti Twilight Saga. Mayan buat ngurangi minus di mata :-))))
Julie Nava
Desember 19, 2013
Hahaha, sama. kalo lagi nggak pengen mikir berat, nontonnya yang sejenis itu 😀
Safrina Dewi
Maret 16, 2014
Kalo aku, passage to escape-nya apa yaaa?? hehehe
Julie Nava
Maret 24, 2014
passage to escape-mu kayaknya jalan-jalan 😀
Safrina Dewi
Maret 24, 2014
haha… iya beneeer… 🙂