Mengenali Sexual Harrassment di Tempat Kerja

Posted on Desember 19, 2013

0


3426218795_1277899973_sexual_harassment_cartoon_big_1_answer_1_xlarge“Sumpah, mbak. Aku itu nggak pernah bersikap ganjen atau apa. Nggak over acting atau caper, cari perhatian.  Tapi kok selalu saja diganggu orang kayak gini. Awalnya guyonan biasa, aku tanggapi dengan sopan. Kok lama-lama menjurus, bahkan berani terang-terangan ngirim sms dengan kalimat yang menjijikkan.”

Aku membayangkan si perempuan muda itu menulis keluhannya dengan wajah berkerut dan helaan napas berat. Sudah lama aku mengenalnya. Beberapa kali bahkan aku meminta bantuannya untuk mengambil alih sebagian tugasku. Ia perempuan biasa, tak macam-macam, selalu baik, dan pekerjaannya rapi. Kalaupun sedang jengkel, paling-paling ia curhat, atau diam saja sembari menyembunyikan air mata. Tidak sepertiku, yang kalau lagi kesal bisa membuat semua angsa dan burung di belakang rumah kabur seketika, karena kaget mendengar suaraku yang menggelegar.

Aku tentu saja percaya bahwa ia tidak pernah dengan sengaja “menggoda” pria dengan busana atau kecantikannya. Ia selalu berpakaian rapi dengan jilbab, dan bekerja dengan profesional. Pernah iseng yang keterlaluan? Sepengetahuanku tidak pernah. Paling hanya menimpali guyonan rekan sekerja atau tertawa saja.

Lalu kenapa ia bisa jadi sasaran pelecehan?

Yang jelas, aku tidak akan menimpakan “tuduhan” padanya bahwa mungkin ia bersikap mengundang, atau pakai rok pendek, atau sejenisnya. Aku juga tidak akan menyalahkannya karena ia cantik, atau karena pekerjaannya sebagai sekretaris.

Cantik ‘kan tidak salah. Apakah karena ia cantik dan kebetulan sekretaris,  lalu ia pantas dilecehkan? Ya jelas tidak. Apakah karena cantik, maka dia harus menutup sekujur badannya dengan baju sarung hingga hanya mata saja yang kelihatan, supaya tidak dilecehkan? God, help me. Tentu saja tidak betul sama sekali. Soal cantik, ramah, atau pekerjaan sebagai sekretaris, sama sekali bukan alasan untuk melakukan pelecehan terhadapnya. Ini bukan kesalahan dia. Ini murni kegeblekan si pelaku, yang di kepalanya tidak ada konsep apapun tentang penghormatan terhadap orang lain.

Memang nggak gampang menghadapi ini, karena pelecehan di tempat kerja sering dibiarkan. Dianggap hanya bercanda, dan kalau yang bersangkutan marah, malah dijadikan bulan-bulanan ejekan atau gosip. Bahkan tidak jarang jika dilaporkan, si pelapor yang justru diancam kehilangan pekerjaan.

Tidak semua kantor atau perusahaan punya standar jelas yang mengatur tentang perilaku. Bahkan mungkin kita sendiri tidak mengenali apa itu yang dimaksud pelecehan (sexual harassment) di tempat kerja. Kalau kita tidak tahu patokan standarnya, kita pun bisa tanpa sengaja melakukan pelecehan atau menyetujui tindakan pelecehan yang dilakukan oleh rekan sekerja.

Berikut ini adalah pedoman singkat untuk mengenali apa itu pelecehan di tempat kerja, dan bagaimana menghadapinya:

Pelecehan itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Bisa oleh bos, rekan kerja, bawahan, atau bahkan klien. Bisa dilakukan oleh pria atau wanita.

Pelecehan bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Ia bisa berbentuk verbal, dengan gurauan atau kata-kata yang sifatnya menjurus ke arah seksual. Bisa dengan tindakan, seperti menyentuh, memegang, kerlingan mata, atau apapun. Bisa dengan menyebarkan isu dan gosip. Bisa dengan SMS, telepon, atau tulisan. Bisa dengan menunjukkan gambar, patung, atau sesuatu yang berkonotasi seksual. Ini yang seringkali jadi kabur, karena bagi sebagian orang, ini dianggap candaan. Padahal bagi yang lain, ini membuat suasana tidak nyaman.

Pelecehan bisa terjadi secara psikologis. Misalnya dengan mengirim pesan mesum, merayu, mengancam, mengomentari bagian tubuh tertentu, pengucilan, bullying kalau orang itu menolak, atau tindakan lain yang membuat orang merasa tidak enak, serba salah, bingung, malu, bahkan takut.

Yang perlu diingat, bersikap manis atau mendiamkan, tidak akan serta-merta membuat pelecehan berhenti. Seringkali sikap diam diartikan setuju, dan membuat para pelaku pelecehan itu merajalela. Kita tidak perlu bersikap ramah atau tidak enakan. Yang perlu kita lakukan adalah dengan tegas menunjukkan sikap tidak suka, dan membuat si pelaku tahu bahwa kita terganggu dengan sikapnya.

Selanjutnya, dokumentasi perlu dilakukan. Simpan semua bukti berupa tulisan, sms, atau rekaman percakapan. Sewaktu-waktu kita tidak tahan dengan situasi tersebut dan berniat melaporkannya, kita punya bukti.

Hindari berdua saja dengan pelaku pelecehan, dan sedapat mungkin sertakan orang lain. Jika ada tugas yang membuat kita terpaksa harus bersama pelaku, tegaskan sikap yang jelas. Jaga jarak, dan jangan membalas gurauannya yang menjurus hanya karena merasa tidak enak hati. Mereka tidak layak untuk mendapat sikap sopan dari kita. Jangan memaafkan atau berusaha memaklumi.

Jika sudah sangat terganggu, pilihannya adalah melaporkan pada atasan atau teman yang bisa dipercaya, kemudian bersiap dengan alternatif tempat kerja lain. Idealnya memang setiap perusahaan punya code of conduct yang jelas mengatur masalah perilaku dan standar profesionalitas. Tetapi dalam kenyataannya, lebih sering tidak, dan sebagian besar masih menganggap ini bukan soal serius.

Ditandai: ,