Bagaimana Kebiasaan Menulismu?

Posted on Oktober 23, 2013

4


If-you-dont-write-when-you-dont-have-time-for-it-you-wont-write-when-you-do-have-time-for-it.Manusia adalah makhluk kebiasaan. Setiap tindakan, pikiran, ucapan, maupun tulisan, pada dasarnya terbentuk berdasarkan kebiasaan yang dilakukan sejak lama dan konsisten. Karena itu, banyak yang yakin bahwa kita bisa menggantikan kebiasaan lama dengan terus-menerus.

Penulis sukses pasti memiliki kebiasaan tertentu yang mendukung profesinya. Saya jamin itu. Pipiet Senja, misalnya. Novelis kawakan ini punya kebiasaan menenteng laptopnya kemanapun beliau pergi. Di saat ada kesempatan, apapun ide atau hal menarik yang dijumpainya, langsung ditulis dalam laptop. Pipiet Senja juga punya kebiasaan menulis saat dinihari. Seusai shalat tahajud, laptopnya langsung dibuka dan tak lama kemudian akan terdengar detak suara keyboard yang halus, pertanda sedang ada sebuah naskah atau ide yang bakal selesai.

Kawan saya, Awy, pernah bercerita bahwa guru-gurunya di kampus pencetak da’i di Saudi Arabia, punya kebiasaan selalu menulis draft dalam tulisan tangan terlebih dahulu, sebelum menyempurnakannya dalam file di komputer. Ini diajarkan juga pada mahasiswa mereka, untuk membentuk kebiasaan menyimpan file tulisan asli yang dijamin keasliannya. Kelak jika ada masalah, misalnya pembajakan karya, maka ada bukti otentik berupa file tersebut. Sebab, jarang sekali orang yang bisa menjiplak tulisan tangan sama persis. Lain dengan file di komputer, yang relatif mudah dibajak atau diganti nama. Menulis dengan tangan juga berfungsi untuk melatih menulis secara runtut dan teliti. Sebab tulisan tangan sukar dihapus, dan bakal meninggalkan bekas yang mengganggu pemandangan. Karenanya, orang-orang yang terbiasa menulis dengan tangan akan terbiasa pula untuk berhati-hati dan sebisa mungkin meminimalkan kesalahan.

Kakek buyut saya punya kebiasaan selalu berwudhu sebelum menyalin Alquran. Di jaman itu, tahun 1800-an, mesin cetak masih langka, dan kitab diperbanyak dengan cara menyalinnya dengan tulisan tangan. Setiap hari, beliau akan mengambil wudhu, lalu dengan hati-hati membuka lembaran kertas kosong dan mulai menulis. Saya bisa membayangkan beliau duduk di bangku kayu, menyalin setiap ayat dengan pena bulu yang ujungnya dicelupkan ke wadah tinta, dengan wajah yang terlihat selalu segar dan lembab karena bekas air wudhu.

Mereka punya kebiasaan berbeda, namun intinya sama. Kebiasaan itu mereka lakukan terus-menerus, setiap hari, pada saat yang sama, jam yang sama. Seolah seperti terprogram otomatis. Dalam waktu 24 jam, ada sela waktu khusus untuk menulis, meskipun hanya beberapa menit. Kebiasaan itulah yang punya andil besar untuk membentuk mereka setia dengan profesinya dan mampu terus menghasilkan karya.

Jarang ada penulis yang karyanya langsung jadi best-seller saat pertama kali menulis. Itu hampir tidak mungkin. Mereka pasti sudah memiliki kebiasaan menulis sejak lama, atau kebiasaan lain yang membentuk skill mereka. Menjadi penulis bukanlah sebuah profesi yang instan. Tanyakanlah kepada setiap penulis yang Anda temui, berapa lama sebenarnya mereka memulai prosesnya. Kita pasti akan mendapat jawaban serupa, bahwa itu sudah mereka lakukan sejak lama, terus-menerus, dan bersamaan dengan itu kepekaan mereka terasah makin tajam.

Sekarang, bagaimana kebiasaan menulismu? Sudahkah ada waktu khusus yang disisihkan, barang 10 menit tiap hari untuk menulis?