Pilih Prius atau Hummer?

Posted on November 18, 2011

0


“What’s funny about Prius?” tanya saya pada suami sewaktu melihatnya tertawa terpingkal-pingkal mendengar lelucon dari Jeff Dunham di televisi. Jeff Dunham, seorang komedian ventriloquist, membuat lelucon tentang Prius, satu jenis mobil keluaran Toyota, dalam seri komedinya yang berjudul Spark of Insanity.

Serius, saya sering harus berpikir keras untuk bisa paham konteks lelucon di sini. Tanpa memahami konteks, mustahil saya bisa ikut tertawa seperti dia. Meskipun sudah mendengar kalimat lengkap yang dilontarkan Dunham pada bagian ini, tetap saja saya belum ngeh dengan maksudnya. “Why did he make fun of that car? I still don’t see anything wrong about Prius. It’s nice and decent car,” tanya saya selanjutnya dengan lugu.

“That’s why it was funny,” jawab suami saya dengan tawanya, “because that car is so fine, so sleek and smooth, it looks so gay!”

“Oh.” Barulah saya mengerti konteksnya.

Mobil, adalah salah satu alat untuk menyatakan identitas personal seseorang.  Warna yang dipilih, bentuk, kecepatan, harga, brand, aksesoris tambahan, semua itu adalah poin-poin yang menggambarkan identitas si pembeli. Seorang sales mobil yang jeli membaca bahasa tubuh dan personaliti seseorang akan dengan mudah membaca selera (termasuk isi kantongnya); dan mengarahkannya pada jenis mobil tertentu. Deal pun akan lebih mudah didapat. Sebaliknya, jika dia buta sama sekali tentang hal ini, dia tidak akan bisa mendapat keuntungan sebanyak yang diharapkan. Maka, seorang sales mobil yang berpengalaman tentu tidak akan menawarkan Prius kepada calon pembeli yang memiliki aura maskulin yang kental, karena pasti si calon pembeli itu tidak akan tertarik karena tidak pas dengan karakter dirinya.

Hal yang sama juga terjadi saat kita merancang karakter tokoh dalam naskah fiksi. Tampilan fisik, pilihan baju, pilihan model rambut, serta pilihan mobil adalah poin-poin yang perlu diperhatikan jika kita tidak ingin karakter tersebut memiliki identitas yang bertabrakan. Bayangkan seandainya kita membuat karakter bernama A yang digambarkan menyukai alam bebas, bertubuh atletis, gemar berburu, suka perempuan, tapi mobilnya Prius! Bayangkan pula seandainya kita membuat karakter bernama B yang digambarkan memiliki badan kurus, tidak tangkas, ringkih, dan matanya sayu; tetapi dia mengendarai Hummer.

Jika kebetulan ada pembaca naskah kita yang paham dengan lelucon tentang “apa itu Prius”, tentu dia akan bertanya-tanya dalam hatinya, “Kok….? Nggak salah, nih?” Dan selanjutnya dia mencari-cari bagian di mana ada penjelasan tentang karakter tersebut lebih lanjut. Mungkinkah si karakter mengendarai mobil istrinya karena truknya sedang rusak? Apakah dia sedang berusaha memanipulasi orang-orang disekitarnya? Ataukah dia…. penyuka sesama jenis juga?

Demikian pula dengan karakter B. Pembaca yang jeli pasti akan mencari tahu apa yang menyebabkan si kurus ringkih itu mengendarai Hummer; yang bahkan panjang kakinya pun tidak cukup untuk menjangkau pedalnya? Apakah ada satu insiden yang menyebabkan si B tiba-tiba bisa mengendarainya; misalnya dia berusaha kabur dengan Hummer milik seorang penjahat? Ataukah dia berusaha memikat seorang gadis dengan berusaha tampil jantan dengan kendaraannya? Ataukah dia memiliki seorang ayah yang memaksa anak lelakinya yang cenderung “kemayu” untuk tampil “sebagaimana layaknya laki-laki”?

Ini bukan berarti kita tidak boleh menggunakan identitas personaliti yang bertabrakan, namun kita tetap perlu teliti dengan alasan dan tujuan penciptaan karakter. Yang gemar membaca novel karya Sidney Sheldon pasti masih ingat dengan salah satu karakter perempuan yang digambarkan bertubuh tambun penuh lemak, lamban, matanya sayu dan berair; namun di akhir cerita ternyata dia adalah pembunuh bayaran berdarah dingin dengan nama samaran “Angel”. Ini tipuan yang menarik, dan ada alasan kuat di balik itu; yakni menggunakan tampilan yang mengecoh untuk menyamarkan identitas si pembunuh.

Kita pun bisa menggunakan cara seperti di atas : memilih Prius untuk si tokoh maskulin dan Hummer untuk si tokoh ringkih. Namun jangan lupa, tetap ingat dengan alasan dan tujuan penciptaan karakter.

 

Catatan: Jika ingin menikmati komedi ala Amerika, bersiaplah dengan telinga tebal dan pengetahuan tentang konteks. Tanpa itu, kita tidak akan kebal dengan gurauan-gurauan yang tergolong “biadab” untuk ukuran telinga Timur kita.

 

*******

(Picture source: http://sodahead.com)

Ditandai: ,