Tentang Cinta yang Lebih dari Sekedar Cinta

Posted on Februari 18, 2020

0


d65fb53c8b25e3cefdaaffbbbf9a796fAda tiga teman istimewa yang pernah mampir dalam kehidupanku.

Yang pertama, si A. Orangnya serius, tidak banyak cakap, pemikir, dan pintar tentu saja. Ia tidak banyak menggubris hal-hal remeh di sekitarnya. Seandainya ada ayam berantem dan berkejaran, paling hanya dia lirik sekilas dan bergumam pendek, “Hmm.” Setelah itu, dia kembali memusatkan perhatian pada pekerjaannya, bermeditasi, lalu bicara dengan muatan filosofi. “Makna hidup adalah begini, begitu, … dan seterusnya.”

Ia batu yang kokoh, tenang, dan kuat di tempatnya. Tidak heran jika ia kerap jadi sandaran bagi banyak orang yang mengenalnya. Jika mereka galau, tak tahu harus bagaimana, maka bahunya sering menjadi tempat untuk melepaskan sebagian penat dan duka lara itu.

Teman kedua, si B, bertolak belakang 100%. Ia justru pencipta aneka huru-hara, yang sialnya, kayak eskalator yang hanya naik, tapi tak menyediakan tangga turun. Jika ada ayam berkejaran, misalnya, maka pasti tak lama kemudian akan ada kucing berkejaran. Disusul dengan anjing, lalu kambing, dan bisa jadi sapi ikut balapan. Itu pun mungkin tak cukup memuaskan baginya, sampai huru-hara itu bikin manusia di sekitarnya blingsatan dan berteriak-teriak.

Aku sering kena ulah si B. Pernah suatu ketika, aku terbangun lantaran tersedak air liur. Entah kenapa air liur keluar banyak sekali, hingga aku terbatuk, dan liur itu muncrat membanjiri rambut hingga bantal. Ketika membuka mata, yang pertama kali kulihat adalah seringai puas di wajahnya, disusul dengan tawa membahana yang tak mengenal ampun. Aku cuma bisa berteriak, “Sialan…!” – dan segera ke kamar mandi. Merutuki rasa dingin sembari mencuci bersih rambut dan wajah, lalu mengganti sarung bantal yang berlumur liur tadi.

B juga pembujuk ulung, dan pandai menggiring orang untuk ikut dengannya. Tidak jarang si A terbawa berpartisipasi dalam pusaran huru-hara yang dibuat si B. Kalau sudah begitu, orang akan heran dan protes, “Elu kan seharusnya lebih matang, bro! Lebih dewasa! Masa ikutan kacau kayak B?” — lalu A akan merespon dengan gaya bijaknya, “Hidup memang naik turun. Sama kayak iman. Kan sudah aku bilang, makna hidup adalah begini, begitu… dan seterusnya.”

Teman ketiga, si C, orangnya semanis es krim. Tidak banyak tingkah, empatik, dan pemaaf sekali. Kalau ada apa-apa, maka pasti anjuran pertama yang keluar dari mulutnya adalah, “Ya sudah, maafin saja.” Jadi kalau ada ayam berantem, disusul kucing, anjing, hingga sapi… maka ia akan menenangkan orang-orang di sekitarnya – “Namanya juga hewan. Mana bisa mereka mikir? Ya nggak? Sudahlah, maafin saja…”

Si C memang manis dan terkesan polos, layaknya gambaran umum cewek anggota K-Pop. Tapi sebenarnya, dia adalah sekutu utama si B. Jika B hendak menciptakan keributan, ia akan mengajak C. Dengan ekspresi polosnya, C akan bertanya, “Ini nanti ributnya kayak gimana?” — Jika dia lihat cukup menghibur, maka ia akan mengiyakan. Dan selanjutnya, korban pun berjatuhan.

Mereka memang unik, lovely, adorable. Sulit untuk tidak jatuh cinta atau menyayangi ketiganya. Apalagi mereka semua setia kawan. Jika ada kawannya yang sedang sakit, tertimpa masalah, atau sedih, mereka selalu punya cara untuk peduli dan membantu.

Kita selalu akan dipertemukan dengan jiwa-jiwa yang sesuai. Kita juga cenderung mudah menyukai jiwa yang sejalan. Ini jenis cinta yang lebih dari yang sering dibahas dalam lagu atau buku cerita.

Suatu ketika, aku tak bisa lagi menutupi perasaan suka kepada mereka. Lalu aku bercerita, dan mereka mendengarkan. Dan tanggapannya, sungguh menyenangkan. Mereka memberiku hadiah berupa gambar-gambar yang kusuka, lalu mendorongku untuk menulis tentangnya. Mendorongku untuk mengekspresikan pikiranku tentang alam, kemanusiaan, dan kepedulian. Segala tentang yang kusuka, dan segala yang membuat hidupku lebih berwarna.

Kini aku jadi lebih mengerti, mengapa jiwaku menyukai mereka. Karena mereka lebih waskita. Lebih tahu dariku, tentang bagaimana cara mengekspresikan cinta. Bukan dengan memiliki, mengatur, atau mendominasi seseorang. Melainkan dengan membebaskan, memberi, dan mendukungnya untuk tumbuh sesuai dengan jati dirinya.

******