Setelah 25 Hari Restruktur Nama

Posted on Juli 24, 2015

2


www.slavesoul.comSheesh…. setelah 25 hari, saya harus mulai lagi menulis dari awal, karena luput menulis satu hari dari target 99 hari. Untung masih 25 hari. Coba kalau luput nulisnya pada saat hitungan ke 98 hari. Bisa nangis darah betul.

Anyway, secara umum, perubahan yang sudah ada sebelumnya, masih tetap nampak. Tidak ada lonjakan yang tiba-tiba atau gimana. Peningkatannya secara bertahap dan pelan. Dan karena sudah terbiasa dengan perubahan yang sudah terjadi, akhirnya itu terasa seperti keseharian saja.

Namun ada sejumlah catatan yang nampaknya perlu saya bagikan di sini, yakni tentang PATTERN, atau Pola.

Almost everything in this world can be predicted by observing its patterns. Kita bisa memahami segala sesuatu berdasarkan polanya. Dan sedikit menakjubkan (atau boleh dibilang sedikit menakutkan), ketika saya melihat bahwa dalam urusan membuat nama pun, ternyata ada sejumlah pola yang konsisten dengan hasilnya.

Misalnya, mereka yang berasal dari golongan ekonomi lemah atau tidak memiliki akses memadai terhadap ekonomi dan pendidikan, punya kecenderungan memiliki susunan nama yang menunjukkan kesulitan beradaptasi atau mencapai keinginannya, serta tingkat kerja keras yang sangat tinggi. Mereka yang tinggal di lingkungan yang represif dan penuh konflik, cenderung memiliki susunan nama yang mengindikasikan adanya kemungkinan tragedi yang bisa menyebabkan hidup mereka terancam. Mereka yang mengalami masalah khusus, semisal berulangkali tersandung kasus hukum, ada yang punya kecenderungan memilih nama yang terus mengarah ke soal itu. Seolah-olah sudah “terprogram” untuk memilih nama tertentu, yang kembali mengarah ke nasib yang sama.

Ada juga yang saya lihat, menggunakan cara tradisional seperti hitungan Jawa, saat menentukan sebuah nama. Yang ternyata hasilnya positif. Demikian juga sejumlah nama yang saya cek dengan hitungan ala fengshui, biasanya hasilnya tidak terlalu jauh berbeda. Dan kalaupun ada kekurangannya, biasanya tidak terlalu sulit untuk memperbaiki susunannya.

Hal lain yang saya lihat dari pengalaman pribadi saat melakukan restruktur nama untuk beberapa orang adalah, bahwa betapa pentingnya bagi orangtua untuk memilih nama yang mencerminkan harapan baik bagi anaknya. Kalau hendak memilih orang lain sebagai pemberi nama, carilah yang punya reputasi jelas. Misalnya, Ulama atau kyai yang terpercaya. Jangan memilih orang-orang yang pernah bermasalah dengan kita, meskipun itu ditujukan sebagai sarana menyambung kebaikan atau silaturrahmi. Sebab kita tidak pernah tahu kelebatan isi hati orang, yang siapa tahu masih menyimpan marah, dendam, atau dengki. Dan itu terefleksikan ke dalam nama yang diberikan kepada anak kita. Jauh lebih baik kalau kita sendiri yang memilih nama, diiringi dengan doa dan harapan positif.

Selanjutnya, lakukan renungan terhadap kehidupan kita sebelumnya. Sebab setiap orang punya kecenderungan atau pola berpikir tertentu, yang bisa saja terefleksi pada “harapan” saat memberi nama pada anak. Kita bisa saja “terbiasa dan nyaman” dengan penderitaan (misalnya ini, loh) dan tanpa sadar merefleksikan itu pada keturunan kita. Sehingga akhirnya, ya demikianlah, siklus kembali berulang turun-temurun.

Nasib tidak akan pernah berubah tanpa kita sendiri yang berupaya memutus rantai siklus dan mengarahkannya ke tujuan yang lebih baik. Mengubah nama, adalah salah satu upaya saja. Ibarat kita membeli rumah, sudah dipastikan bahwa rumah itu bagus, fondasinya kuat, tinggal dirawat dan diisi dengan perabot yang sesuai. Kerja kerasnya tetap, dong. Punya nama bagus, bukan berarti otomatis rejeki datang sendiri. Atau otomatis bikin kita sesukses Bill Gates, misalnya. Tetapi ibarat rumah tadi, jika kita sudah punya rumah yang bagus, kerja yang harus dilakukan tidaklah seberat jika kita punya rumah bobrok dan bolong-bolong.

Demikian, semoga bermanfaat.