Estranged

Posted on Juni 10, 2015

0


Huh?Temanku bercerita tentang kawan kuliahnya yang asal Cina. Mereka berdua saling menelepon, setelah beberapa waktu terpisah usai masa kelulusan. Yang mereka bicarakan sama; yakni perasaan asing yang dihadapi, ketika pulang kembali ke negara asal masing-masing. “She felt estranged from her home country, just like me,” ujarnya.

Perasaan terasing dari negara asal, kerap dialami oleh mereka yang tinggal cukup lama di negara lain. Beberapa teman yang dulu pernah tinggal lama di Amerika, mengakui perasaan itu. Rata-rata mereka mengalami culture shock, semacam disorientasi, dan harus berjuang untuk menyesuaikan diri kembali dengan lingkungan dan budaya di Indonesia.

Ada yang berhasil menyesuaikan diri kembali dengan menyeleksi networking dan lingkungannya. Misalnya, jika tidak cocok dengan sebuah lingkaran pertemanan atau lingkungan, ya sudah tinggalkan saja. Daripada stress sendiri. Mereka cukup bahagia dengan cara itu, dan tidak ambil pusing dengan apa yang dikatakan orang lain. Dan kelihatannya, mereka cukup terbantu oleh ketahanan mental yang terbentuk selagi di luar negeri. Tidak perlu selalu meminta persetujuan orang lain.

Yang kedua, ada yang kembali membentuk dirinya persis dengan keadaannya semula. Kadang-kadang, saat ketemu dengan yang ini, terbersit pikiran, “kok kayak nggak ngaruh ya, tinggal di luar negeri cukup lama? Kok cara berpikirnya gitu, ya? Padahal dulu kuliahnya di Amrik….” dan sejenisnya.

Yang paling berat memang yang baru kembali. Mereka mengalami kejutan yang cukup besar, merasa hampa, terasing. Walaupun sebenarnya lucu juga kalau mendengar mereka curhat, “Huhuhu….. I miss the freaking cold winter in North Pole! I know, it’s always horrible. I complained a lot. I was scared of bears. But man, I miss it. I want to go back there! It’s too hot in here! Like living in an oven!”

culture_shockAda lima tahapan culture shock yang akan kita alami, begitu berpindah ke tempat yang baru. Ia bisa berupa kota baru, tempat kerja baru, atau negara baru. Ke lima tahapan itu sebagai berikut:

1. Tahap Suka Cita/Honeymoon Stage.
Di tahap ini, kita lagi senang-senangnya berada di tempat baru. Segala sesuatunya menarik. Kita motret-motret, merayakan kepindahan, mencicipi makanan baru, jalan-jalan…. segala sesuatunya indah dan menyenangkan. Hingga akhirnya……

2. Tahap Stress/Distress Stage
Ughh… semua perbedaan yang ditemui mulai menampakkan efeknya. Kita mulai merasa, betapa beratnya menyesuaikan diri di tempat baru, berkenalan dengan orang-orang asing, memahami kebiasaan mereka, bahasanya… kita mulai letih ketika kesalahan demi kesalahan dalam interaksi terjadi…ketika kita merasa tak adda satu pun orang yang bisa mengerti kita… Pendeknya, ini tidak segampang yang kita kira!

3. Tahap Reintegrasi/Reintegration Stage
Di tahap ini, kita mulai membandingkan antara tempat lama dan tempat baru. Kita melihat satu demi satu “cacat” dari kultur setempat, dan merindukan kultur lama. Homesick, mulai menimbang untuk kembali ke tempat asal, lalu kembali ingin bertahan, dan membayangkan betapa sempurnanya tempat asal kita semula. Tidak perlu capek-capek menyesuaikan diri, bisa beli bubur ayam dan sate kapan saja tanpa harus bikin sendiri, dekat dengan keluarga dan teman….

4. Tahap Penerimaan/Autonomy Stage
Setelah merasa terombang-ambing antara dua kultur, tibalah kita pada tahap penerimaan. Di tahap ini, kita mulai bisa menjernihkan hati dan pikiran. Kemelut tentang perbedaan kultur perlahan-lahan menghilang, dan kita mulai bisa melihat lebih jernih tentang tempat kita sekarang. Kepercayaan diri mulai tumbuh, terutama jika kita sudah menguasai bahasa dan kebiasaan setempat. Interaksi yang lebih luas dengan lingkungan, mempermudah perpindahan ini. Kita mulai merasa nyaman dan kerasan….

5. Tahap Kemerdekaan Diri/Independence Stage
Semuanya kini berubah menjadi menyenangkan. Hari-hari yang dilalui tak lagi seberat sebelumnya. Jaringan pergaulan meluas, kenalan mulai banyak, dan perbedaan yang terasa tajam sebelumnya, kini tak lagi mengganggu. Setiap waktu yang ada, bisa kita hayati semuanya tanpa harus membandingkan dengan tempat asal. Semua sudah menjadi bagian dari diri kita, dan itu kita sadari sepenuhnya. Kita bisa menghargai perbedaan yang ada, sekaligus menikmatinya.

Nah, kelima tahapan itu, akan kembali dilalui orang, manakala mereka diminta untuk kembali ke negara asalnya. Sekalipun lahir di Indonesia, bukan berarti kita tidak mengalami kejutan, ketika masuk dan mencoba menetap lagi. Penyebabnya adalah, karena kita sudah berintegrasi dengan kultur di negara tempat kita tinggal. Paling tidak, ada kebiasaan-kebiasaan, gaya hidup, harapan, dan cara berpikir yang sudah jauh berubah dari sebelumnya.

Inilah yang membuat kita merasa teralienasi, merasa asing dengan negeri sendiri. Perlu waktu untuk membiasakan diri dan berintegrasi ulang, jika ingin kembali menetap permanen.