Musim dingin kali ini berbeda dengan sebelumnya. Ada perubahan suhu yang sangat ekstrim, dibawa oleh angin dari wilayah Kutub Utara. Orang menyebut kiriman angin badai dingin itu sebagai Polar Vortex, dan menamai badainya dengan sebutan Hercules dan Janus.
Saat badai Hercules, sekolah dan kantor diliburkan, karena suhu drop sampai -14 Fahrenheit alias – 25 Celcius. Rasanya memang beda. Begitu keluar rumah, mata terasa sedikit pedih sampai harus buru-buru ditutup. Untuk cuaca ekstrim begitu, memang harus pakai kacamata khusus kalau tidak mau mata ikutan beku. Jangankan mata, celana pun rasanya langsung kaku dan krispi.
Sekarang badai Janus, sekolah juga diliburkan. Pihak sekolah mengirim pemberitahuan otomatis via cellphone kepada seluruh orangtua, dan warning juga disiarkan melalui televisi. Kebetulan kemarin saya tidak nonton televisi, tapi saat menunggu anak pulang sekolah, beberapa orangtua sempat berbicara soal itu. Kata mereka, kemungkinan suhu bisa drop sampai -30 Fahrenheit. Alamakjannnnn … itu kan -34 Celcius!
Lalu apa hubungannya dengan tupai?
Begini. Sejak tahun lalu, saya dan suami sedikit terobsesi menyimpan bahan makanan tahan lama, yang bisa digunakan saat krisis. Kami membeli paket makanan kering, selimut penghangat darurat, kantong air yang tahan digunakan untuk menyimpan air hingga 1 tahun lamanya, kayu bakar instant, kantung obat-obatan, senter, korek api, lilin, dan lain-lain. Saya bahkan bereksperimen mengeringkan sayuran. Mirip tupai yang suka menyimpan kacang di tempat tertentu sebagai persediaan makanan di musim dingin.
Perilaku tupai ini bukan hanya kami yang punya. Orang-orang di sini pun juga demikian. Terutama saat ada berita cuaca buruk seperti ini, bahan makanan langsung diborong. Saat Hercules terjadi, banyak toko terlihat kosong melompong jualannya, terutama untuk kentang, pisang, labu, apel, kayu bakar, dan berbagai makanan kemasan. Mereka sudah menyimpan banyak makanan untuk antisipasi. Ada juga yang menyimpan genset, karena di beberapa tempat, suhu dingin membuat aliran listrik dan gas sempat terhambat.
Cuaca, krisis ekonomi, dan aneka krisis lainnya, membuat orang belajar menyiapkan diri menghadapi kondisi darurat. Dari yang sederhana semacam mengeringkan dan menyimpan bahan makanan, sampai yang skala serius seperti dalam serial DOOMSDAY PREPPERS di channel National Geographic. Semua bertujuan untuk survival, alias menyelamatkan hidup.
Aneka produk survival banyak tersedia di pasaran. Seperti yang saya simpan, yakni makanan kering yang tahan disimpan hingga 25 tahun. Bentuknya praktis dalam sachet, tinggal menambahkan air panas. Satu sachet cukup untuk dua-tiga orang. Jangan tanya rasanya, karena ini untuk survival. Produk di pasaran beragam, mulai dari makanan kering, buah dan sayur kering, bumbu-bumbu kering, daging kering, susu dan telur kering. Semua hanya membutuhkan sedikit air panas untuk melunakkannya.
Ada juga produk berupa filter air kecil seperti LifeStraw, yang bisa digunakan untuk menyaring air kotor hingga bisa diminum. Filternya dapat menyaring hampir 99% bakteri, virus, dan protozoa dalam air. Jika suatu saat terpaksa harus mencari air di luar, misalnya di sungai atau tempat lain, filter bisa digunakan. Harganya juga relatif terjangkau, mulai dari yang 10 dollar hingga 30 dollar.
Perlengkapan yang biasa digunakan oleh militer atau tim pecinta alam, adalah aset yang sangat membantu. Sebab di situ kita bisa mendapatkan kompor darurat, alat masak darurat, jenis-jenis makanan kering, hingga obat-obatan praktis. Ada baiknya menyimpan persediaan obat, makanan, dan peralatan dalam satu ransel yang bisa langsung kita bawa saat situasi genting.
Tidak ada salahnya juga untuk yang di Indonesia, untuk mulai berpikir tentang antisipasi seperti ini di rumah masing-masing. Sebab saat banjir, bencana alam, maupun krisis lainnya, kita membutuhkan perangkat dasar untuk survival. Setidaknya untuk keluarga kita. Siapkan obat-obatan dasar, lilin, dan kalau ada makanan kering dan tahan lama. Secara berkala cek tanggal kadaluarsanya.
Kita belajar dari tupai.
Muhammad Lutfi Hakim
Januari 25, 2014
Menarik sekali ceritanya, Mbak. Ditunggu kisah-kisah selanjutnya π
Julie Nava
Januari 26, 2014
Sama-sama, thanks sudah mampir membaca π
PatriCia
Januari 26, 2014
Untungnya di Eropa tidak dapat kunjungan polar vortex. Tapi tulisan ini sangat membantu sewaktu2 keadaan memaksa.. Makasih mba buat berbagi ilmu survival ^____^
Julie Nava
Januari 26, 2014
sama-sama π Tahun ini memang kayaknya tahun cuaca buruk.