Eid 2012: Kembali ke Fitrah

Posted on Agustus 28, 2012

2


Tiap kali ada orang bertanya – gimana lebaran di negerinya Obama? Rame, nggak? – jawabanku selalu: Sepi. Nggak ada petasan, nggak ada makanan istimewa. Habis sholat, ya udah, pulang aja.

Memang demikianlah adanya. Untuk soal nuansa spiritual, jangan berharap di sini sama ramainya dengan di tanah air. Yang ramai hanya masjid, dengan orang-orang berbaju bagus serta wangi, namun tanpa hidangan berlebihan.

Selesai sholat, semua antri ke hall masjid untuk mengambil hidangan, yang dari tahun ke tahun sama saja. Samosa, cemilan manis terbuat dari kacang, dan cemilan manis berbentuk melingkar dengan siraman gula cair. Yang paling heboh mungkin orang-orang dari Indonesia atau Malaysia, karena ada kebiasaan open house, dan tentu saja karena kebiasaan untuk menghidangkan gulai dan aneka hidangan gurih yang padat lemak pada momen Lebaran.

Namun sepi bukan berarti tidak ada yang bisa dinikmati. Saat Lebaran, saya sengaja meninggalkan iPhone di rumah. Tanpa iPhone, dunia kembali seperti sediakala. Tidak ada keharusan untuk terburu-buru menulis update di Facebook atau Twitter. Bisa menyapa beberapa orang tanpa terganggu oleh ringtone, dan bisa mendengarkan ceramah sang Imam dengan tenang tanpa diselingi acara memencet tombol Newsfeed. Hidup terasa kembali normal, karena menyapa manusia yang dijumpai secara fisik, bukan secara maya.

Berada dalam masjid di pagi hari saat Lebaran, seperti berada dalam sebuah ruang yang tenang. Seperti memandang danau yang jernih, dengan pepohonan dan kabut. Air biru, dan matahari yang tak terik. Inilah oase yang tenang, yang menyediakan tempat untuk merefleksikan diri, untuk menggali makna tentang menjadi seorang muslim. Menjadi jiwa yang damai, bening, dan pemaaf.

Barangkali memang perlu, sesekali Lebaran dalam nuansa yang hening, tanpa belanja dan tanpa pesta. Agar proses kembali ke fitrah tak melulu tersandung gemerlap dunia.

*****

Sumber foto: http://healingintuitivegarden.com/services/spirit_releasement