Figure it Out, Darling

Posted on November 30, 2011

4


Ada seseorang yang dihinggapi banyak problem kesehatan dalam hidupnya. Dia menderita obesitas, nyeri punggung, nyeri kaki, pendek kata dia melekatkan kosakata “nyeri” dalam hampir segala hal. Setiap kali bertemu, yang terlontar pertamakali dari bibirnya adalah keluh-kesah seperti: “Hari yang buruk… hari yang muram… kakiku sakit sekali… punggungku sakit sekali… aku tidak bisa bergerak… ” dan sejenisnya. Hidupnya dipenuhi obat-obatan untuk meringankan segala macam penderitaan yang dialaminya. Pil untuk menekan tingkat gula darah, pil untuk depresi, pil untuk menahan nyeri syaraf, pil untuk mengatasi sulit tidur, dan masih banyak lagi. Sampai saya ngeri setiap kali melihat butiran-butiran obat yang harus ditelannya setiap hari.

Setiap orang yang menjadi tempatnya berkeluh-kesah menyarankan, “Cobalah bergerak barang beberapa menit sehari. Jalan kaki atau ke gym. Kurangi makanan bergula dan berlemak.”

Semua saran itu dia coba, tetapi baru beberapa saat dia sudah berkeluh-kesah, “Aduh kakiku sakit… kakiku nyeri… aku frustasi dengan berat badanku…” Dan kembali dia menemukan alasan untuk makan berlebihan dan mengganyang semua makanan bergula, dan kembali dengan rutinitasnya bergelut dengan obat dan keluhan.

Sampai suatu saat, ada cucunya yang berkata padanya, “Move your fat ass!! Go get whatever you need by yourself!!”

Dia terkejut, tidak menyangka bahwa cucunya bakal melontarkan kalimat tajam seperti itu. Tetapi justru momen itulah yang membuka matanya. “I figure it out,” ujarnya.  Setelah itu, dia benar-benar melakukan sesuatu untuk merubah keadaan dirinya. Setiap hari dia berusaha untuk bisa berolahraga barang 10-20 menit. Kalau dia kecapaian dan betul-betul tidak bisa bergerak, dia akan beristirahat barang sehari, setelah itu mencobanya lagi. Makanan manis dan berlemak tidak serta-merta bisa dia kurangi, namun dia mulai mengurangi kebiasaan makan di luar. Kalau sebelumnya dia nyaris tidak pernah memasak makanannya sendiri (karena lebih suka dengan makanan cepat saji dan instant), maka selanjutnya dia mulai mengupas wortel dan kentang serta memilih daging yang baik untuk sup.

Percaya atau tidak, hanya dalam waktu dua bulan, sudah ada perubahan drastis dengan kondisi kesehatannya. Kadar gula darahnya berkurang, dia mampu bangkit dan berjalan sendiri tanpa harus dibantu, dokter mengurangi beberapa jenis pil yang diminumnya hingga kemudian yang tersisa hanya vitamin, kalsium, dan pereda nyeri yang diminum sesekali jika dibutuhkan. Ini benar-benar kemajuan luar biasa untuk orang dengan kondisi seperti dia.

Rentetan kejadian tersebut menginspirasi saya, bahwa untuk bisa berubah, kita perlu bertindak nyata. Untuk meraih sesuatu, kita perlu berusaha.

Dalam dunia menulis, ada perbedaan besar antara macet dengan malas. Macet, kita kenal dengan istilah writer’s block, adalah kondisi dimana kita tidak atau belum menemukan jalan keluar untuk memulai atau meneruskan sebuah tulisan. Ini bisa disebabkan oleh beberapa hal,misalnya: terlalu perfeksionis sehingga tidak juga kunjung memulai menulis karena takut tidak sempurna. Bisa pula disebabkan karena sumber ide mengering. Banyak juga yang macet menulis karena faktor jenuh atau sibuk oleh urusan lain yang menyita perhatiannya. Rasa takut untuk menulis sebuah topik tertentu, juga bisa membuat kita terkena writer’s block. Untuk itu, ada yang menyarankan, mulailah menulis dengan topik yang kita tahu betul dan kita kuasai. Juga mulailah menulis tanpa membandingkan tulisan kita dengan yang lain.

Tetapi malas, sangat beda artinya. Malas, adalah menunda tanpa alasan jelas. Selalu mengemukakan alasan terlebih dahulu, berlindung di balik kata-kata “tidak bisa”, dan menyerah begitu saja bahkan sebelum memulai berusaha.

Saya tahu banyak yang bakal marah dan sakit hati dengan kosakata “Malas” yang saya lontarkan. It’s okay. Tapi coba untuk jujur bertanya pada diri sendiri, apa sebenarnya yang menghambat diri kita selama ini untuk menulis? Apakah writer’s block, ataukah sebenarnya hanya faktor malas dan tidak peduli? (perkecualian untuk yang memang tidak berminat belajar menulis).

Skill menulis, sebagaimana halnya setiap skill yang kita dapatkan dalam hidup, tidaklah diperoleh dengan gratis sejak lahir. Kemampuan ini adalah sesuatu yang diperoleh melalui belajar dan mengasah. Memang ada sebagian orang yang memiliki kecenderungan kuat atau berbakat dalam hal menulis, tetapi mereka semua juga mengawalinya dengan mencoba dan kemudian berlatih secara kontinyu.

Tidak ada yang gratis di dunia ini. Yep, that’s true. Kalau kita menginginkan sesuatu, berusahalah untuk meraihnya. Temukan jalan keluarnya. Figure it out. Seperti yang pernah dikatakan oleh mantan pacar saya:

“You want me? Go get me.”

“How?”

“Figure it out, darling. I won’t give you any free ticket just because you’re a woman.”

*******

picture taken from: http://rerc-chartiam.blogspot.com/2009/12/wrestling-templates-blog.html

Posted in: Writing Tips