Only Good Things to Remember

Posted on Juli 28, 2011

2


“… There is a balance to it all. One withers another grows. Birth and death are part of a whole. It is why we are drawn to babies… and to funerals.” (Mitch Albom – The Five People You Meet in Heaven)

Beberapa hari ini banyak orang yang pergi terlebih dahulu. Ayah sahabat, ayah dari kenalan baru, suami tetangga. Dan seperti di banyak kepergian, setelah mengucapkan belasungkawa, selanjutnya saya berkontemplasi. Mengingat kapan pertama atau terakhir kali bertemu. Tidak semua dari mereka sempat kutemui secara langsung. Ada yang hanya bertemu di dunia maya, ada yang sudah bertahun-tahun hingga seperti keluarga sendiri, ada yang baru pertamakali bertemu dan setelah itu pergi.

Pertemuan selalu terasa lebih mudah daripada perpisahan. Seperti halnya meninggalkan mungkin lebih mudah daripada ditinggalkan. Patty (bukan nama sebenarnya), tetanggaku yang baru saja ditinggal suaminya, berkata, “Aku tahu ini akan datang. Aku menikah dengannya di usia 19 tahun, dan kami sudah bersama selama 61 tahun. Aku bersamanya ketika dia menghembuskan napas terakhir. Aku menggenggam tangannya. Kami berdua sudah siap, bahkan sejak 15 tahun lalu ketika kami berdua memesan kapling untuk kami. Tetapi tetap saja, tidak mudah untuk menghadapinya.”

Yang tidak mudah baginya adalah justru karena tidak ada satupun kenangan buruk tentang suaminya. Setiap kali dia bertemu dengan keluarga atau teman, mereka memuji mendiang suaminya. Bahkan dia pernah sedikit cemburu karena orangtuanya sendiri pun menyayangi pria itu. “Kau tidak tahu betapa beruntungnya dirimu bersuamikan dia,” begitu kata ibu si Patty. “Dia pria yang baik.”

Patty sebenarnya juga mengakuinya. Ia tipe yang mudah naik darah, mudah mengomel, perfeksionis. Suaminya kebalikannya. Seperti yin dan yang, keduanya saling mengimbangi. Dan dia bahagia menjalani hidup begitu panjang bersama suaminya. Tidak ada satu pun cela di matanya. Dan kalaupun dulu dia sering mengomel, itu pun karena dia memang suka mengomel, bukan karena suaminya punya kekurangan.

Only good things to remember about him,” ujarnya.

Ini sama dengan hampir semua orang yang telah pergi terlebih dahulu. Tidak ada yang tertinggal kecuali kenangan yang baik. Cerita yang baik. Silaturrahmi yang insyaallah baik. Dan barangkali karena nyaris tidak ada kenangan buruk tentang mereka, hati lebih mudah merasakan penyesalan, kenapa begitu singkat waktu untuk bertemu muka.

“Aku sudah merasakan waktunya sudah dekat saat itu,” demikian kenang suamiku tentang ayah sahabatku. “Tetapi setidaknya kita sudah bertemu untuk terakhir kalinya sekalipun hanya sekejap. Itu sudah sangat berharga.”

Kurasa suamiku benar. Betapa berharganya kesempatan yang hanya sekejap. Dan betapa berartinya segala kenangan indah, semata-mata hanya yang indah, yang menyambung batin senantiasa dengan orang-orang terkasihnya.

picture copied from: http://images2.layoutsparks.com/1/124631/memories-1-road-drive.jpg