Apa yang didapat dari sebuah kezaliman? Tidak ada, kecuali kemarahan.
Apa yang didapat dari sebuah ketidakadilan? Tidak ada, kecuali kemarahan.
Apa yang didapat dari kemarahan yang berkelindan, tertahan, dan tak diselesaikan?
Tidak ada, kecuali api yang semakin membesar dan berkobar.
Apa yang didapat dari kemarahan yang berkobar? Tidak ada, kecuali debu.
Kemarahan adalah api yang memakan habis segala yang nampak di depannya. Mungkin “pohon peneduh” berupa sahabat, teman, tetangga, kenalan baru. Mungkin “jembatan hati”, berupa keluarga, kerabat. Bahkan mungkin “rumah cahaya”, yakni hatimu sendiri, yang diciptakan Tuhan sebagai tempat untuk meletakkan setitik saja cahaya-Nya. Yang diciptakanNya sangat halus dan peka sehingga kita bisa merasai kehadiranNya. Sebuah ruang hening tempat kita menimbang jalan mana yang hendak dilalui, dengan mendengarkan, dan membersihkan dinding-dinding hati agar cahaya itu tak meredup dan mati.
Jika ada api yang terlebih dahulu membakarmu kawan, tanpa seijinmu, tanpa sepengetahuanmu, sampai engkau mengira Tuhan telah membiarkanmu lantak, selamatkanlah dulu hatimu semampu kau bisa. Karena hati yang bercahaya adalah api yang tak membakar Ibrahim, adalah lautan yang patuh kepada Musa, adalah jiwa burung yang dipercayakan Tuhan kepada Isa, dan awan yang senantiasa meneduhi Muhammad sehingga mata hati rahib Bahira menyaksikan kebenaran janji Tuhan.
Dan jika engkau mengira bahkan hatimu sendiri tak terselamatkan, semoga itu adalah pertanda engkau telah menjelma menjadi hamba yang tuntas sebagai hambaNya semata, tuntas menjelma sebagai debu di hadapanNya. Karena tanah tak menjadi tembikar indah sebelum ia dibakar, tumbuhan pahit tak tercerna manusia sebelum ia direbus, dan batu tak menjadi berlian sebelum ia dihimpit panasnya api bumi. Dan hati tak akan mengenal apa gerangan cahaya yang tak hendak pergi darinya, sebelum Sang Pemilik Cahaya membakarnya.
Untuk teman baruku, mungkin aku tak mengenalmu dengan baik. Aku tak mengenalmu sebagaimana ayah bunda-mu mengenalmu. Karena aku bertemu denganmu hanya dalam hitungan waktu, bukan hitungan masa sedari engkau masih ditanganNya, hingga kini engkau berjalan di bumi sebagai khalifahNya, dan kelak ketika semua kembali ke tanganNya lagi.
Tapi percayalah, engkau tak sendiri terbakar api.
*Naskah ini diikutsertakan dlm lomba Hikmah Ramadhan 2009 FLP AC
Posted on Februari 19, 2011
0