Malam Idul Adha ini saya mendapat hadiah kecil, sebuah tunas daun yang merekah dari sebuah pot. Saya tertegun sejenak, tidak menyangka bakalan melihat sebuah tunas menyembul dari pot yang sekian lama tidak pernah saya siram, tidak juga saya tengok, sampai tanah di dalam pot itu jadi kering kerontang dan mengeras.
Rupanya tunas itu berasal dari sebuah akar yang iseng saya tanam di pot. Ada beberapa pot yang saya beli, sebagian saya tanami tanaman bumbu, sebagian lagi iseng saya taburi beragam jenis bebijian atau akar-akaran. Meskipun tahu bahwa kecil sekali kemungkinannya bakalan tumbuh dalam cuaca dingin, tetap saja saya bersikeras menanamnya lagi dan lagi. Sampai akhirnya saya bosan sendiri dan saya biarkan saja pot-pot itu. Eh tidak sangka, ada yang tetap ‘survive’ dan tumbuh dengan segarnya.
Sebetulnya kalau dipikir-pikir, tidak ada yang terlalu istimewa dengan tunas itu. Barangkali saja ia memang cocok tumbuh di tanah kering, barangkali saja ia memang tanaman yang tidak terlalu butuh air. Tetapi karena momen-nya pas, kemunculannya memberi nuansa lain.
Tunas kecil yang tumbuh di tanah kering, jadi mengingatkan saya pada kejutan-kejutan kecil yang kerap terjadi dalam hidup. Saat kita merasa sudah sedemikian pepatnya menghadapi masalah, sudah nyaris putus asa karena tidak melihat jalan keluar, tiba-tiba ada saja sesuatu yang membuat semangat kita bangkit dan membuat kita tersenyum kembali. Entah itu berupa kerjapan mata ceria dari anak-anak kita, sms dari teman lama, sepotong kue cokelat dari teman sekantor, atau pelukan hangat yang menenangkan dari pasangan hidup kita.
Semuanya sederhana, tidak mewah dan tidak juga berlebihan. Tetapi tidakkah kesederhanaan itu yang sebenarnya membuat kita menjadi manusia terkaya di dunia?
(dari blog lama, 9 januari 2006)
Posted on Februari 4, 2011
0