Siapakah diri kita sebenarnya, hingga merasa berhak menggugatNya — demikian seseorang pernah berkata pada sang karib — sedang bila Ia meminta keseluruhan diri, tak satupun bisa mengelaknya.
Sang karib tersebut baru saja kembali dari perjalanannya yang panjang -dimana semua yang dilihatnya membuat dirinya masygul; mengapa sebagian manusia demikian sulit hidup di bumi, sementara sebagian lainnya dengan pongah berjalan di atasnya.
Lalu di mana Tuhan — gugatnya lagi — jika Ia adalah Kasih, mengapa hanya sebagian yang beruntung mendapatkannya. Jika Ia adalah Pemberi, mengapa banyak yang menggelepar kelaparan ditunggui burung-burung nasar yang menanti bagiannya.
Bagi sebagian orang, kenyataan hidup yang berbenturan dengan apa yang pernah dipercayainya — atau yang pernah diajarkan padanya — mungkin membawanya ke arah pemberontakan, penolakan, atau pengabaian. Sementara yang lain mungkin menyikapi realita tersebut dengan cara sederhana — tanpa banyak bertanya. Sesuatu yang potensial pula sebenarnya untuk menjadikannya tak mawas.
Entahlah — ujar seseorang itu kembali kepada karibnya — diri tak hendak takabur menjawabnya. Hidup baginya pun terkadang nisbi. Sementara batas antara percaya dan ingkar sedemikian tipis — tak semua orang berjalan menurut apa yang benar-benar dipahaminya. Sebagian besar orang berjalan menurut apa yang dikatakan padanya, atau menuruti apa yang pernah didengarnya.
Namun betapapun nisbinya, tak hendak aku jadi semesta tanpa kendali — ujarnya. Maka dia memilih untuk tetap percaya, sambil sesekali mengambil jeda untuk membaca tanda-tanda yang ditemuinya. Dan sekalipun kelak ia tahu bahwa kesetiaannya ternyata salah, sejak awalpun ia sudah memahami kenisbian itu. Teruslah berjalan untuk mencari jawaban, jika itu adalah jalanmu — ujarnya — sementara aku akan mencarinya juga dari tempat yang tak riuh, dari tempat yang sederhana saja.
Setiap diri memiliki reaksi berbeda, sekalipun dihadapannya disodorkan kenyataan yang sama. Namun bukan semata reaksi yang membedakannya, karena tak banyak orang yang menyediakan waktu sejenak untuk memilih jalan yang akan dipilihnya. Dan para pengembara, tentu berbeda dengan beratus orang yang bergerak ke arah mana kerumunan membawanya.
……..
Two roads diverged in a wood, and I —
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference.
(Robert Frost, 1874-1963)
(dari blog lama, 18 Agustus 2005)
Posted on Februari 4, 2011
0