Pelajaran dari Alam

Posted on Februari 4, 2011

0


Satu hal rutin yang saya jalani selama tinggal disini adalah mengikuti berita cuaca dan browsing situs National Hurricane Center dan Accuweather untuk melihat citra satelit dan status dari badai-badai yang muncul selama tahun 2005. Boleh dibilang, ini “hobi” baru, yang dipicu oleh efek badai yang mendominasi tayangan berita di televisi.

Sampai saat ini, sudah terjadi tiga badai, yakni Katrina, Philippe, danterakhir adalah Rita. Rentetan badai, dua diantaranya berskala besar, cukup merepotkan pemerintah setempat. Melihat hal itu, saya jadi ingat percakapan saya dengan seorang peneliti biologi dari Boston, yang duduk bersebelahan dengan saya dalam penerbangan dari Chicago menuju Detroit.

Mengetahui saya berasal dari Indonesia, dia banyak bertanya tentang penanganan tsunami. Dia bertanya, mengapa masih banyak penduduk yang tinggal di tenda pengungsian dan terkesan penanganannya sedikit lambat. Saya menjawab bahwa ini pertamakali Indonesia mengalami bencana yang sedemikian dahsyat, dan dengan kondisi negara yang masih perlu perbaikan disana-sini, tentu tidak mudah bagi pemerintah untuk bisa menghadapi kejutan sebesar itu.

Sekarang mungkin saya bisa berkilah bahwa jawaban saya itu bukan sekedar apologi. Bahkan untuk ukuran negara seperti AS yang infrastrukturnya baguspun, tidak mudah untuk menangani dampak dari bencana yang ditimbulkan oleh alam. Bagusnya, mereka cepat belajar dari Katrina, dan penyelamatan penduduk lebih terorganisir, sekalipun tetap timbul masalah disana-sini. Bahkan penanganan pasca bencana juga mencakup penyediaan lapangan kerja bagi para korban badai.

Dan sama halnya saat kita mengalami tsunami, banyak yang bertanya mengapa mereka yang terkena bencana sedangkan yang lain tidak, mengapa Tuhan mengirimkan badai kepada mereka dan tidak kepada yang lain. Sebagian lagi mengungkapkan betapa mereka merasa sangat bersyukur kepada Tuhan karena selamat dari bencana.

Ungkapan-ungkapan itu membuat saya ingat dengan tayangan salah satu channel televisi di sini beberapa waktu lalu. Channel tersebut menayangkan laporan tentang kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh Katrina dan Rita, dan menyebutkan bahwa kerusakan yang ditimbulkan sedemikian merata.

Alam tidak mengenal gender, tidak mengenal ras, tidak mengenal warna kulit, juga tidak mengenal bahasa, juga agama, demikian ujar reporternya. Tidak juga mengenal baik buruknya seseorang, karena dampak bencana dirasakan oleh semua orang dan setiap orang bisa melihatnya dengan jelas. Sehingga, simpulnya, pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan menghukum orang-orang yang dianggap buruk dengan mengirim bencana berupa tsunami atau badai adalah absolutely wrong.

Menalar peran Tuhan di balik setiap hal yang terjadi adalah sesuatu yang rumit, menurut saya. Namun demikian, saya setuju bahwa terlalu jumawa rasanya jika kita mengira diri kita lebih baik dari orang lain di mata Tuhan, hanya karena kita selamat dari bencana.

(dari blog lama, 20 September 2005)