Life is Good

Posted on Mei 28, 2012

0


Pagi ini saya membaca biografi singkat Walker Percy dan John Kennedy Toole. Keduanya adalah penulis yang karya-karyanya diwarnai oleh nuansa New Orleans.

Walker Percy, bergulat dengan kenyataan hidup yang keras. Kakeknya meninggal karena bunuh diri. Lalu ayahnya, seorang senator dan pahlawan AS, menyusul bunuh diri saat Percy berusia 13 tahun. Dua tahun kemudian, ibunya meninggal karena kecelakaan, namun Percy menganggap itu juga bunuh diri. Percy pun sempat menjalani terapi untuk mengatasi trauma akibat sejarah bunuh diri dalam keluarganya. Namun akhirnya dia sukses dalam studinya di bidang kedokteran, sekaligus menjadi penulis ternama yang memenangkan banyak penghargaan.

Suatu ketika, Percy bertemu dengan seorang ibu yang memintanya membaca naskah milik anaknya. Perempuan itu adalah ibu dari John Kennedy Toole. Toole adalah seorang penulis dan seniman berbakat, cerdas, dan berasal dari keluarga berada. Dia pun mengalami masa sulit dan depresi akibat beberapa hal, dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri setelah beberapa tahun novelnya selalu ditolak penerbit. Walker Percy kemudian membantu menerbitkan novel milik Toole, dan kelak karya itu memenangkan penghargaan Pulitzer untuk kategori fiksi.

Hidup bisa menjadi sangat keras bagi seorang penulis, saat karyanya tak mendapat pengakuan. Terutama ketika sang penulis sudah mencurahkan segenap waktu dan upayanya untuk menghasilkan tulisan terbaik, tapi tak juga ada penerbit yang bersedia menerbitkan tulisan tersebut. Belum lagi saat harus menghadapi kritikan pedas dari pembaca ataupun reviewer, kalau tidak kuat mental, bisa benar-benar membuat hidup sang penulis jungkir-balik.

Namun itulah konsekuensi sebuah pilihan. Tulisan, bagi seorang penulis, ibarat hidupnya sendiri. Hidup tidak selalu berjalan mulus, demikian pula sebuah tulisan tidak selalu bernasib baik. Penolakan demi penolakan, penantian, kritik, imbalan yang tidak memadai, dan terkadang tekanan untuk segera menyelesaikan sebuah karya, adalah hal-hal yang harus dihadapi oleh seorang penulis.

Haruskah seseorang mundur karena itu? Tergantung pilihannya. Jika dia memutuskan menulis bukanlah dunianya, dia dapat berhenti kapan saja. Namun jika menulis adalah jiwanya, tentu sebaiknya dia bertahan dan terus mencari jalan keluar, tidak perduli apapun rintangannya.

Kepuasan menulis terkadang bukan terletak pada jumlah materi yang didapat. Kepuasan itu bisa bersumber dari rasa senang ketika perjuangan akhirnya membuahkan hasil. Saya kembali mengalami itu, ketika sebuah naskah yang dirintis penulisannya bertahun-tahun lampau, akhirnya menemukan jalan untuk bisa diterbitkan menjadi buku. Padahal sudah hampir putus asa rasanya melihat naskah yang tak kunjung direspon penerbit.

Dalam setiap kesulitan, selalu ada kemudahan. Hukum alam sekali lagi menampakkan kebenarannya. Di saat kita merasa sudah tidak ada jalan keluar, biasanya tak lama kemudian ada saja peluang dan harapan baru yang muncul.

Jangan bunuh karyamu, dan jangan bunuh impianmu sendiri. Setiap rejeki ada masanya. Teruslah berkarya saja, siapa tahu suatu saat ada pintu yang dapat kita buka.

*****

Pic copied from: http://www.quipsnquotes.com/lifeisgood-2.aspx