Seorang kontak menulis status tentang salah satu suppliernya di Cina yang terlambat mengirim barang pesanannya. Si supplier menjelaskan, barang terlambat dikirim karena saat itu sedang ada perayaan Festival Kue Bulan. Berhubung dia tidak pernah tahu sebelumnya tentang apa itu Kue Bulan dan segala hal yang berhubungan dengannya, dia mengira si supplier sedang mencoba mengolok-oloknya. Baru setelah itu dia tahu bahwa ini benar-benar perayaan penting dalam budaya Cina.
Perayaan Kue Bulan ini termasuk salah satu event yang selalu saya tunggu kedatangannya. Apalagi kalau bukan demi mencicipi sepotong kue bulan yang variasinya lebih banyak tersedia menjelang hari raya ini. Kalau hari-hari biasa, jarang ada kue tersebut di groceri Asia. Kalaupun ada, pilihannya tidak banyak.
Namun bukan soal mencicipi sepotong kue itu saja yang membuat saya menunggu-nunggu. Ada hal lain dalam sepotong kue itu, yang terasa sama seperti saat pertamakali saya mencicipi kue keranjang semasa remaja. Sesuatu yang rasanya sudah akrab sekali dengan kehidupan saya, mengalir jauh menelusuri urat-urat nadi, seperti terlempar ke masa saat sebagian gen dalam diri kita bermula. Gen yang menjelaskan mengapa figur fisik sebagian dari keluarga kita memiliki karakteristik tertentu. Gen yang menjelaskan mengapa karakteristik itu mirip dengan yang dimiliki oleh sebagian komunitas dari daratan Cina. Bentuk mata, warna kulit, warna kesukaan, dan keakraban dengan cita rasa tertentu.
Kelak saya tahu bahwa setiap makanan menyimpan catatan sejarah yang panjang, yang jika ditelusuri dengan serius akan sama menariknya seperti menelusuri jejak migrasi manusia dari masa ke masa. Juga jejak survival. Kue bulan bukan hanya tentang penghormatan terhadap dewi bulan. Ia juga digunakan sebagai media pemersatu rakyat Cina saat melawan tentara Mongolia, simbol kecantikan para gadis, dan simbol tentang dua hati yang abadi. Apa yang kita rasakan saat membaca kisah tentang Houyi, si pemanah yang tinggal di matahari, datang mengunjungi istrinya (Chang’e) yang tinggal di bulan setiap tahun, dan di saat itu bulan tampil sedemikian cemerlang dan penuh? Sebuah simbol cinta yang menggetarkan, bukan?
Dan kelak saya meyakini bahwa sinyal yang saya rasakan saat masih remaja itu mungkin saja benar. Begitu banyak jejak-jejak lampau yang belum tuntas terbaca, atau justru terlupakan oleh generasi berikutnya. Jejak tentang interaksi rakyat Madura dengan orang-orang Cina (terutama yang leluhurnya berasal dari Sumenep) di masa lalu yang cukup kental. Kisah seorang ratu Madura yang berasal dari Cina, arsitektur bangunan keraton dan ukiran bergaya tertentu, nama Lau Piang Ho dan Kah Seng An yang bersandingan dengan sejarah jatuh bangunnya kerajaan Sumenep.
Dengan interaksi sekental itu, bukannya tidak mungkin ada banyak kisah cinta abadi terukir di dalamnya, dan salah satunya terwariskan dalam urat nadi saya.
picture copied from: http://www.china.org.cn/china/2011-09/01/content_23329276.htm
Enny Ermawati (@bubursunsum2)
Oktober 4, 2011
is there any chance for me to contact you personally? i might need your advise. thanks so much 🙂
Julie Nava
Oktober 4, 2011
Bisa di inbox facebook atau di twitter saya, mbak 🙂
rusydi
Oktober 21, 2011
kue bulan? kayaknya enak neh
Julie Nava
Oktober 25, 2011
enak 🙂 Thanks ya udah mampir di sini.