Seumur hidup belum pernah saya membaca novel Agatha Christie. Penyebabnya simple, karena saya penakut. Novel berbau kriminal, yang berdarah-darah, beraroma hantu dan sejenisnya sebisa mungkin saya jauhi kalau tidak ingin mendapat mimpi buruk. Tapi hari ini semuanya berubah setelah saya membaca artikel dari Dr. John Yeoman, MA tentang sisi lain dalam novel-novelnya.
Yeoman mengatakan bahwa novel Christie bukan semata-mata soal kriminal, tetapi adalah perang antar kasta, antar kelas sosial! Karakter-karakter dalam novelnya dengan jelas menggambarkan bagaimana struktur sosial di masyarakat saat Christie menuliskannya, dan masih sangat relevan dengan kondisi sekarang. Saya terjemahkan sebagian dari tulisan Yeoman yang mungkin berguna untuk dipelajari, terutama saat mencari inspirasi tentang karakter dalam tulisan fiksi kita.
Yeoman menjabarkan beberapa karakter dalam novel Christie ke dalam tiga bagian:
1. Kelas/Kasta Bawah. Yang termasuk dalam kelas ini adalah Si Pelayan Setia (terkadang diperlakukan dengan baik, dianggap sebagai bagian dari keluarga, tidak akan mencelakai majikannya, tapi mungkin akan melindungi si pembunuh jika kebetulan pembunuh tersebut adalah anak dari majikannya sendiri). Si Miskin yang Berhati Baik (sering dituduh sebagai pembunuh majikannya, dan pada akhirnya diberi ganjaran dengan “diperkenankan menikahi seseorang dari kelas menengah ke bawah). Bajingan dan Tuna Susila (selalu menggunakan aksen tertentu dan dengan kosakata yang kacau, gemar mengecam orang-orang dari kelas menengah), Pekerja yang Jujur (Tukang pos, sopir taksi, tukang, dan pekerja kasar lainnya termasuk dalam kategori ini. Terkadang mereka muncul dalam alur cerita, namun keberadaannya tidak terlalu penting).
2. Kasta Menengah. Yang termasuk dalam kelas ini adalah Menengah ke Bawah (pegawai rendahan, juru tulis, pengasuh anak, penjaga toko, termasuk dalam kategori ini. mereka sering dijadikan tersangka pelaku kejahatan dan dijadikan kambing hitam oleh majikannya). Menengah (pastur, guru, manajer bank kecil. Karakter yang sering tampil membosankan, tetapi justru seringkali menjadi pelaku kriminal yang sesungguhnya). Menengah ke Atas (perwira militer senior, akuntan, pengacara, professor. Mereka juga sering tampil sebagai pelaku kriminal yang asli).
3. Kasta Atas. Golongan aristokrat dan anggota keluarga kerajaan, termasuk dalam kelompok ini. Mereka biasanya digambarkan sebagai karakter yang santun (termasuk kepada bawahan mereka), berpendidikan, dan sangat memperhatikan penggunaan kosakata yang benar (yang sebenarnya untuk memperjelas status sosial mereka sekaligus membuat pemilik status sosial lainnya tetap dalam posisi inferior atau “bukan level mereka”. Namun golongan aristokrat dari negara lain (non-British) juga digambarkan sebagai inferior alias bukan kasta atas yang sebenarnya (yang ini, saya melihatnya sebagai “keangkuhan khas” Anglo-Saxon).
Konflik antar kelas dalam novel Christie menjadi kaya karena dia memasukkan unsur-unsur prasangka rasial dan xenophobia. Terutama orang Yahudi, kulit hitam, dan yang berdarah Asia, menjadi obyek utama prasangka dan kecenderungan xenophobia dalam novelnya. Mereka dipandang sebagai “kawan baik, orang baik, tetapi mereka tetap bukan bagian dari kita.” (sangat khas, bukan? Dan masih terbilang relevan hingga saat ini dimana prasangka rasial dan xenophobia masih bersemayam diam-diam dimanapun kita berada.)
Inilah sebagian dari cuplikan tulisan Yeoman. Untuk tema transgresi sosial dalam novel Christie, ada baiknya membaca langsung artikel asli Yeoman ditambah dengan membaca beberapa buku Agatha Christie untuk membandingkannya.
picture copied from: http://coastalbreezehouse.com/twilight-agatha-christie-biography/
santi d
Agustus 16, 2011
Agatha Christie seru lagi. Nah sekarang elo udah mulai baca belum? Menurut gw, yg paling mantap adalah: “10 Little Niggers”, “Murder on the Orient Express”, “Murder on Christmas Eve” dan “The Big Four” (semuanya i serial Hercule Poirot … gw demen yg Hercule Poirot, kalau yg serial Miss Marple agak2 ngantuk).
Menurut gw, Agatha Christie mirip dgn Stieg Larsson deh model2nya .. seperti yg elo tulis di postingan elo itu: analisanya ke kiri kanan atas bawahnya dalem dan meninggalkan kesan yang lama gitu setelah membacanya.
Oh ya, Agatha Christie juga mengingatkan gw akan buku2 awalnya Enid Blyton .. suatu era dimana di UK perbedaan antar kelas dan perasaan xenophobia masih amat sangat kental.
Julie Nava
Agustus 16, 2011
Belom, baru akan mulai pinjam dari library. Gw malah nggak merasakan unsur xenophobia dalam karya Enid… atau mungkin gw yang luput mencerna. Ntar aku coba baca lagi.
HennieTriana Oberst
Agustus 26, 2011
Dulu aku suka banget baca karangan Agatha Christie ini, asyik banget. Banyakan sih pinjem dari adik yang koleksi buku 🙂
Julie Nava
Agustus 27, 2011
Aku belom pernah baca. Sydney Sheldon aja cuman baca dua, hehehe……
safrinadewi
Oktober 1, 2011
Gak tau kenapa ya, aku paling suka sama Miss Marple, perawan tua yang suka mengamati sambil ‘mbenthel’, aku sering membayangkan bahwa aku bisa seperti dia… mengamati tingkah laku orang dan terlibat di dalam konflik. hehehe…
Julie Nava
Oktober 4, 2011
Aku kebetulan kerja di apartemen khusus orang lansia, Nonk. Dan yang aku lihat, banyak loh tipe-tipe Miss Marple di sana, hehehehe…. diam-diam mengamati orang sambil minum kopi atau baca majalah, nanti kalau ada aku atau temannya yang lain, dia akan share hasil observasinya, hahahaha…. Lucu dan seru 🙂