Melarang Anak Baca Buku?

Posted on Juli 11, 2025

0


Photo by Dong on Unsplash

Pernah baca buku cerita anak berjudul Charlotte’s Web? Buku yang bercerita tentang laba-laba serta hewan yang bisa berbicara itu ternyata pernah dilarang di Amerika, loh. Tepatnya di sebuah sekolah di Kansas, tahun 2006. Alasan orang-orang memprotes buku buku anak ini adalah karena dianggap melecehkan agama. Kisah tentang binatang yang bisa berbicara, penceritaan tentang hidup dan kematian, serta beberapa hal lain di dalamnya, dianggap tidak sesuai dengan norma masyarakat Kansas kala itu.

Terminologi banned books atau “buku terlarang” sebenarnya tidak bisa digunakan dalam konteks Amerika, karena hak berbicara dan berpendapat sangat dilindungi oleh Amendment, alias Undang-Undangnya negara ini. Jadi, terminologi yang dipakai kemudian adalah challenged books, alias “buku yang ditentang”.

Cara mengajukan keberatan atas sebuah buku untuk dibaca atau dipajang di perpustakaan sekolah, harus memenuhi sejumlah kriteria. Orangtua tidak bisa begitu saja datang ke sekolah dan meminta buku tertentu untuk dibuang. Mereka juga tidak boleh melarang siswa lain untuk membacanya. Orangtua hanya boleh melarang anaknya sendiri membaca buku tersebut. Sementara siswa lain, tetap diperkenankan membaca buku tersebut sepanjang orangtuanya tidak keberatan.

Sewaktu anak saya masih di high school, saya pernah diundang oleh pihak pengelola perpustakaan sekolah untuk me-review salah satu buku yang ditentang oleh orangtua siswa. Sekolah akhirnya memutuskan untuk mengundang orangtua siswa dan juga sejumlah siswa yang berminat guna membaca buku tersebut dan menyampaikan pendapatnya. Jadi, orangtua tidak bisa begitu saja meminta sekolah atau orangtua siswa lainnya untuk melarang anak mereka membaca buku tertentu. Semua harus melalui proses review, dan ortu juga wajib membacanya dulu.

Saya lupa judul buku tersebut. Yang saya ingat adalah sampulnya yang berwarna oranye, dan inti cerita di dalamnya. Si penulis buku tersebut adalah imigran dari Afrika Selatan. Ia menulis cerita tentang bagaimana orang-orang kulit putih jaman dulu menghancurkan budaya asli Afrika secara bertahap. Ia memceritakan bagaimana penduduk asli dikendalikan dan akhirnya diperbudak oleh orang kulit putih serta dijual ke Amerika.

Ada sejumlah alasan mengapa buku itu ditinjau ulang. Sebab, di dalamnya mengandung cerita tentang rasisme, kekerasan, penculikan, perbudakan, bahkan pembunuhan. Tema tersebut dikuatirkan membawa dampak buruk bagi siswa yang membacanya.

Namun, dalam diskusi dengan orangtua, buku tersebut akhirnya disepakati untuk tetap ada di perpustakaan sekolah. Semua orangtua dan perwakilan siswa setuju bahwa isinya tidak berbahaya. Memang, di dalamnya ada cerita tentang rasisme dan perbudakan, yang menjadi luka abadi dalam sejarah masyarakat Amerika. Namun perwakilan siswa menyatakan bahwa itu bukan bahaya. Sejarah tidak untuk disembunyikan, melainkan untuk dimengerti dan dijadikan pelajaran.

Ada banyak buku lain yang sempat masuk dalam daftar challenged books, seperti dalam link ini – dari American Library Association – dan link ini – dari Wikipedia. Buku seperti Harry Potter, Fifty Shades of Grey, bahkan Gone with The Wind juga pernah dilarang peredarannya. Orang-orang yang bersikeras untuk memberangus buku tertentu juga masih ada, dan umumnya mereka berasal dari kelompok masyarakat yang sangat konservatif.

Tapi untungnya, masih lebih banyak orangtua yang memilih jalan yang lebih baik. Kalau mau melarang peredaran sebuah buku, harus ada alasan yang jelas. Rasionalnya gimana, udah baca bukunya secara langsung atau belum, bisa menjelaskan intisari dari buku tersebut, tahu latar belakang penulisnya, dan lain-lain. Minimal seperti itu. Kemudian, pertimbangan apa saja yang ingin dimasukkan ketika orangtua hendak memilih buku bacaan bagi anak mereka. Barulah kemudian mereka bisa memutuskan.

Ribet banget kayaknya, ya? Hehehehe…. Tapi, cara seperti ini akan membuat kita tidak grusa-grusu atau sekedar ikut arus viral, misalnya. Orangtua juga perlu profesional. Jaman sekarang, anak tidak bisa sekedar dilarang. Anak-anak Gen Z terutama, mereka akan langsung challenge orangtuanya untuk menyediakan link-link hasil penelitian atau jurnal untuk membuktikan valid tidaknya ucapan orangtua mereka. Anak saya seperti itu. Anak kenalan saya juga demikian. Kita tidak bisa marah, karena permintaan mereka juga logis, kan? Kita juga tidak bisa serta-merta mencap Gen Z sebagai generasi kurang ajar (meskipun memang rasanya demikian, wkwkwk…), karena inilah memang perubahan jaman. Kita mau melarang anak baca buku tertentu? Tunggu dulu. Udah siap belum, untuk menjelaskannya secara jelas dan rasional kepada anak?

****